PENGELOLAAN PELATIHAN
Disusun Oleh:
1. ZOHRATUL AINI
2. WIDIA ASTUTI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Pengelolaan
Pelatihan” untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Diklat.
Makalah ini
berisikan tentang bagaimana pengelolaan latihan manajemen diklat dalam suatu
kegiatan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari ke sempurnaan.
Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan
terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khususnya dan bagi pembaca secara umumnya.
Mataram, 12
Oktober 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengelolaan
program pelatihan tidak jauh berbeda dengan pengelolaan sebuah proyek atau
pengelolaan tertentu. Akan tetapi, seringkali pengelolaan pelatihan dianggap
sebagai suatu yang sederhana hingga
banyak dikesampingkan. Hal ini ditandai dengan “tingkat keseriusan dan
komitmen”berbagai pihak.
Banyak
pihak lebih memperhatikan dan lebih menguntungkan “mengelola proyek fisik” dari
pada “proyek pengembangan sumber daya manusia melalui program pelatihan”. Di
samping itu, tercermin pula “penyediaan atau alokasi dana” yang relatif kecil untuk
komponen latihan, baik pelatihan bagi staf maupun pelatihan bagi kelompok
sasaran.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
prinsip-prinsip pelatihan?
2.
Bagaimana prosedur
pengelolaan pelatihan?
3.
Bagaimana strategi
pelatihan?
4.
Menyiapkan ruang
pembelajaran diklat?
5.
Mencermati mutu
penyelenggaraan diklat?
6.
Penilaian pada etika
dan moral dalam diklat?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Bagaimana
prinsip-prinsip pelatihan.
2.
Bagaimana prosedur
pengelolaan pelatihan.
3.
Bagaimana strategi
pelatihan.
4.
Menyiapkan ruang
pembelajaran diklat.
5.
Mencermati mutu
penyelenggaraan diklat.
6.
Penilaian pada etika
dan moral dalam diklat.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
PRINSIP-PRINSIP
PELATIHAN
Pengetahuan,
pemahaman, sikap, dan keterampilan atas sesuatu oleh seseorang senantiasa
diperoleh melalui proses belajar. Belajar diperlihatkan melalui perubahan
tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Perubahan tingkah laku dalam belajar
memiliki karakteristik, yakni: terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan
fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat permanen, memiliki tujuan dan
mencakup seluruh aspek tingkah laku ( Surya & Amin, 1984: 13-15).
Dengan
demikian, belajar merupakan proses psik-fisiologis yang mengubah tingkah laku
individu, yang berupa aktual, dan potensial, yang berlaku dalam waktu yang
relatif lama, dan diperoleh dengan usaha sadar (Sudjana & Rivai, 2003:36;
Brown, 1994:7).
Proses
pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar dan pembelajar seringkali digunakan
istilah pendidikan, pembinaan, dan pelatihan. Pendidikan mengacu kepada
komunikasi yang terorganisasi dan diarahkan untuk menumbuhkan kegiatan belajar;
pembinaan mengacu kepada usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara
berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik;
sedangkan pelatihan mengacu kepada usaha, proses atau kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai keterampilan.
Keberhasilan
pembelajaran dipengaruhi oleh trikondisi pendidikan, yakni konsistensi,
konvergensi, dan kontinuitas. Konsistensi berarti bahwa kegiatan pendidikan
harus serasi dan ajeg dalam mengembangkan potensi peserta didik. Konvergensi
berarti pendidikan bertolak dari suatu landasan yang jelas. Kontinuitas berarti
bahwa pendidikan harus ditempuh dan
berkelanjutan (Sudjana, 1983:29).
B.
PROSEDUR
PENGELOLAAN PELATIHAN
Pengelolaan
latihan merupakan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran
yang berupa kegiatan memahirkan. Prosedur pengelolaan pelatihan secara
hierarkis dapat diuraikan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Identifikasi dan
analisis kebutuhan pelatihan. Kebutuhan pelatihan ada yang bersifat
kelembagaan, kesatuan unit dalam lembaga, atau kebutuhan pelatihan yang
bersifat individual.
2.
Menguji dan analisis
jabatan dan tugas.
3.
Klasifikasi dan menentukan
peserta pelatihan.
4.
Rumusan tujuan
pelatihan.
5.
Pendesainan kurikulum
dan silabus pelatihan.
6.
Perencanaan program
pelatihan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu: latar belakang, tujuan, biaya/sumber
dana, tempat, jadwal pelatihan (waktu, materi, dan pemateri), susunan panitia
pelaksanaan, tata tertib, nara sumber dan peserta pelatihan.
7.
Penyusunan dan kerangka
acuan (TOR).
8.
Pelaksanaan program
pelatihan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu komunikasi, logistik, fasilitator,
peserta dan prasarana pendukung lainnya.
9.
Evaluasi program dan tindak
lanjut pelatihan. Hal ini untuk mengetahui berbagai kekurangan, kelemahan, dan
kelebihan, baik penyelenggaraan pelatihan maupun dalam prosesnya sehingga dapat
mengetahui tindakan selanjutnya.
C.
STRATEGI
PELATIHAN
Zaltman
(1977) menyebutkan empat strategi pelatihan, yakni strategi fasilitatif,
reedukatif, persuasif (bujukan) dan strategi paksaan. Hubungan antara pelatih
dan peserta latihan dapat berupa hubungan interaktif (kerjasama yang harmonis),
proaktif (pelatih lebih berinisiatif) dan hubungan reaktif (peserta lebih
reponsif). Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh berbagai komponen, antara
lain: pelatih, peserta latihan, bahan, strategi, media, dan kondisi pelatihan.
Didalam pelaksanaan pelatihan dapat
dimanfaatkan beberapa strategi, antara lain:
1.
Mengkondisikan kesiapan
peserta didik
2.
Memanfaatkan media
audio visual
3.
Praktik dan bercerita
4.
Menyajikan bahan secara
proporsional
5.
Dialog dan
rasionalisasi
6.
Perumpamaan, sketsa,
dan gambar
7.
Gerak tubuh (kinetik)
8.
Argumentasi
9.
Pengulangan dan
pemetaan
10. Sportif
dalam menjawab
D.
MENYIAPKAN
RUANG PEMBELAJARAN DIKLAT
1.
Fungsi Ruangan atau Tempat
Diklat
Ruangan diklat merupakan suatu hal yang
dapat dikendalikan, diatur atau dikelola, yang berfungsi sebagai:
a. Ruangan
sebagai sarana dan prasarana
b. Ruangan
sebagai bagian dari sumber belajar. Lingkungan sebagai sumber belajar dibedakan
menjadi dua, yaitu lingkungan fisik (gedung, sekolah, pusat paket instruksi,
perpustakaan, studio, bengkel, ruang kelas, auditorium, dan sebagainya.
Lingkungan non fisik (penerangan, sirkulasi udara, suhu udara, dan sebagainya.
2.
Pengelolaan Tempat atau
Ruangan Diklat
a.
Perencanaan
Sebelum
melakukan pelatihan maka terlebih dahulu memilih tempat yang cocok dipakai
untuk kegiatan diklat. Penentuan suatu tempat pelaksanaan diklat biasanya
dipengaruhi oleh tujuan, sifat, waktu pelaksanaan, dan anggaran diklat. Pelaksanaan
diklat yang bersipat rutin tentu pemilihan tempatnya akan berbeda dengan diklat
yang pelaksanaannya insidental apalagi yang bersipat urgen.
b.
Pengorganisasian
Selanjutnya
mengorganisasikan atau mengelompokkan tempat-tempat yang akan digunakan untuk
pelatihan dan menentukan materi diklat.
c.
Pelaksanaan
Tertuju
pada bagaimana caranya agar proses pelatihan dapat seefektif mungkin sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Koordinasi antara penanggung jawab tempat
dengan seksi acara sangat berperan penting dalam pelaksanaan acara.
d.
Pengontrolan
Pengontrolan
dimulai sejak merencanakan tempat, saat menjelang dan berlangsungnya diklat
sampai dengan tahap evaluasi pelatihan.
3.
Kriteri Ruangan Diklat
Menurut buku Manajemen Diklat ( Sugiyono,
2002) mengemukakan kriteria yang harus dipenuhi sebuah ruang diklat, yaitu:
a.
Fleksibilitas
Fleksibilitas
adalah tingkat kemudahan dan kecepatan dalam mengatur ruangan sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran. Unsur fleksibilitas ruangan yaitu luasnya ruangan.
Beberapa ukuran ruangan untuk beberapa kepentingan:
1)
Ruangan koferensi; luas
= 2,070-2,250 m2 per-orang
2)
Ruangan kelas; luas =
1,350-1,530 m2 per-orang
3)
Ruangan teater ; luas =
0,081-0,90 m2 per-orang
4)
Ruangan resepsi; luas =
0,765-0,855 m2 per-orang
5)
Ruangan makan; luas =
1,035-1,125 m2 per-orang
b.
Isolasi
Isolasi
yaitu ruangan yang bebas dari pengaruh suara (dekat airport, lalu lintas
kendaraan) yang ramai, dan dapat menimbulkan gangguan terhadap proses
pembelajaran.
c.
Pencahayaan
Ruangan
akan membutuhkan pencahayaan yang lebih jika digunakan untuk menulis, menggambar,
demostrasi, atau kegiatan yang memerlukan pengamatan tinggi. Sedangkan untuk
memutar film, atau OHP (Over Head
Projector) diperlukan ruangan yang agak gelap. Warna menurut Sugiyono
(2002-104) juga merupakan faktor penting dalam memperbesar efisiensi
pencahayaan, karena setiap warna akan berfungsi sebagai daya pantul sinar. Beberapa teknik pencahayaan lampu listrik
yang diterapkan dalam ruang pelatihan yaitu:
1)
Cahaya langsung, yaitu cahaya
memancar langsung dari sumbernya ke permukaan meja.
2)
Pencahayaan setengah
langsung, yaitu cahaya memancar dari sumbernya melalui tudung lampu yang
terbuat dari gelas dengan warna susu sehingga cahaya lampu tidak langsung dipantul
melalui reflector.
3)
Cahaya setengah tidak
langsung, yaitu cahaya lampu dipantulkan ke langit-langit terlebih dahulu,
kemudian baru dipantulkan ke bawah lewat tudung yang terpasang.
4)
Pencahayaan tidak
langsung, yaitu cahaya yang berasal dari sumber dipancarkan ke langit-langit
terlebih dahulu, baru kemudian dipancarkan kearah permukaan meja sehingga tidak
menimbulkan bayangan yang dapat merusak kesehatan. Pencahayaan ini cocok untuk ruang
yang gelap dan pelatihan di malam hari.
d.
Ventilasi
Ventilasi
berfungsi mengatur kecukupan udara, suhu udara, dan uap air. Udara yang terbaik
untuk bekerja adalah dengan suhu 25,6
, dan tingkat kelembaban adalah 45%. Ruang
diklat sebaiknya dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) .
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengukur dan menilai ruangan diklat yaitu suara berisik, warna, struktur
ruangan (bujur sangkar), pencahayaan, dinding dan penutup lantai, kursi, cahaya
yang menyilaukan, langit-langit, sambungan listrik dan bunyi suara.
4.
Pengaturan Ruang Kelas
dan Tempat Duduk
K. Davies (1987: 184) mengemukakan bahwa
pengaturan ruang kelas terbagi atas klasifikasi ruang besar dan ruang kecil. Karakter dari ruang kelas besar antara lain:
mampu menampung peserta didik lebih dari 12 orang, efektif untuk mengukur
penerimaan informasi secara tradisional, dan keterampilan memimpin guru atau
pendidik lebih diutamakan.
Sedangkan, karakteristik tipe ruangan
kelas kecil antara lain: menampung kurang dari 10 orang, lebih optimal untuk
mengukur tujuan efektif maupun tujuan kognitif tingkat tinggi, metode tutorial
akan lebih efektif, secara rasional dan irasional lebih disukai oleh guru
maupun murid. Kriteria utama yaitu fleksibilitas yang bertujuan agar posisi
meja dan kursi dapat diubah dengan mudah dan cepat. Mamfaat merubah susunan
meja dan kursi yaitu untuk:
a.
Komunikasi antar
pengajar dan sesama peserta semakin lancar dan lebih merata.
b.
Memberikan suasana baru
yang tidak membosankan.
c.
Adil dalam memperoleh
tempat duduk.
d.
Tidak akan terbentuk
klik-klik kecil di dalam kelas.
Blanchard & Thacker (2004: 324)
berpendapat bahwa, pengaturan tempat duduk tergantung pada jenis pelatihan yang
diselenggarakan. Bentuk pengaturan yang lazim digunakan yaitu dalam bentuk
seting kelas, model U, kipas, koferensi, bujur sangkar, dan lingkaran.
E.
MENCERMATI
MUTU PENYELENGGARAAN DIKLAT
1. Pengertian
Mutu
Secara umum, Mutu mengandung makna derajat
(tingkat) keunggulan sutatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang
maupun jasa, baik yang tangible maupun
yang intangible (Nur Zazin, 2011:54).
Mutu adalah suatu tingkatan yang dicapai oleh karakteristik menyeluruh akan
kondisi barang atau jasa yang mampu memberikan kepuasan konsumen sesuai dengan
kebutuhan yang ditentukan. Mutu berhubungan dengan mutu produk, ketepatan
pengiriman, biaya yang rendah dan pelayanan yang memuaskan pelanggan.
Terdapat
3 unsur mutu, yang disebutnya dengan trilogy mutu, yaitu:
a. Quality planning
(perencanaan mutu)
b. Quality control
(pengendalian mutu)
c. Quality improvement
(peningkatan mutu)
2. Urgensi
Mutu
Sifat
penyelenggaraan diklat adalah berbentuk jasa. Beberapa point tingkat urgensi
akan penerapan mutu pada diklat, diantaranya dapat:
a. Meningkatkan
citra positif lembaga kediklatan.
b. Meningkatkan
kinerja organisasi kediklatan.
c. Meningkatkan
efisiensi biaya dan operasional kegiatan diklat.
d. Memperbaiki
manajemen lembaga kediklatan dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan,
pengukuran dan tindakan perbaikan.
e. Mengurangi
dan meminimalisir resiko usaha penyelenggaraan diklat.
f. Meningkatkan
daya saing pelayanan dan produk diklat.
g. Memudahkan
pengendalian aktifitas penyelenggaraan diklat.
3. Standar
Penyelenggaraan Diklat.
Standar merupakan kriteria minimal untuk
mutu suatu barang atau jasa. Manakala kondisi barang atau jasa berada diatas
batas standar, berarti melampaui standar (bermutu). Sebaliknya, kondisi barang
atau jasa berada dibawah batas standar, maka berarti masih belum standar.
Standar mutu mencakup beberapa kondisi yaitu: sesuai dengan persyaratan, sesuai
dengan pemakaian, kepuasan pelanggan dan tampa cacat.
Ada
8 prinsip manajemen mutu sebagai berikut:
a.
Fokus pada pelanggan, stakeholder, shareholder diklat.
b.
Kepemimpinan yang
efektif. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk sanggup meyakinkan orang lain agar
supaya bekerjasama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim guna mencapai tujuan
tertentu.
c.
Keterlibatan orang-
orang, baik secara intelektual maupun scara emosional, bahkan baik secara
pertikal maupun horizontal dalam struktur dan proses kediklatan.
d.
Pendekatan proses, ini
menganjurkan agar baik dan buruknya hasil atau produk diklat selalu dan senantiasa
di koreksi melalui proses penyelenggaraan kediklatan secara menyeluruh.
e.
Pendekatan system
manajemen. System adalah sekumpulan unsure atau elemen yang saling berkaitan
dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu
tujuan.
f.
Perbaikan terus
menerus, ini mengajurkan agar selalu dan senantiasa serta tidak henti-henti
untuk mengadakan perbaikan dari waktu ke waktu.
g.
Pembuatan keputusan
berdasarkan fakta, yaitu peristiwa nyata yang terjadi sesungguhnya di lapangan.
h.
Hubungan saling
menguntungkan dengan pemasok, yaitu adanya hubungan networking yang baik dengan semua pihak yang berkepentingan
sekaligus menguntungkan kedua belah pihak.
Menurut
Mike Wills, bahwa terdapat tiga unsur untuk menjadikan penyelenggaraan diklat bermutu
yaitu:
1)
Proses penyelenggaraan
pelatihan yang bermutu, dibuktikan dengan diciptakannya sebuah SOP yang
kemudian disepakati secara disiplin oleh semua pemangku kepentingan baik
horizontal maupun vertikal.
2)
Pelatihan yang
bersetifikat, dibuktikan dalam bentuk desain program, kurikulum silabus yag
berisikan arah, tujuan, metode pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran,
dan lain sebagainya.
3)
Pelatihan tersetifikat,
yaitu widyaiswara yang telah memenuhi persyaratan.
4. Audit
Mutu Diklat
Kegiatan
ini dilakukan dengan dua tahap yaitu:
a. Pemantauan
mutu, yakni kegiatan mengumpulkan informasi kejadian dan peristiwa rill akan
penyelenggaraan diklat, baik berupa berupa proses pelayanan maupun produk
diklat.
b. Penilaian
mutu, yakni mengukur kesesuaian yang
terjadi di lapangan dengan standar mutu yang di persyaratkan.
F.
PENILAIAN
PADA ETIKA DAN MORAL DALAM DIKLAT
1. Pengertian
Etika dan Moral
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam
sikap serta pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun kelompok
untuk mewujudkan kehidupan manusia yang bermartabat. Moral menurut bahasa Latin mos, mores ( adat istiadat, kebiasaan,
cara, tingkah laku, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup). Istilah
moral sering dipergunakan untuk menuunjukan kode, tingkah laku, dan adat atau
kebiasaan dari individu atau kelompok.
2. Tujuan
Tujuan ini melekat pada tiga factor pelaku
pengimplementasian etika dan moral itu sendiri yaitu:
a. Memberikan
arahan dan petunjuk kepada panitia diklat
b. Memberikan
arahan dan petunjuk kepada widyaiswara
c. Memberikan
arahan dan petunjuk kepada para peserta
3. Etika
dan Moral Panitia
Etika dan moral yang berkaitan dengan
tugas-tugas kepanitiaan pendidikan dan pelatihan adalah:
a. Menjunjung
tinggi kehormatan dan martabat panitia, widyaiswara dan para peserta
b. Bekerja
dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat
c. Memelihara
dan menghargai persamaan dan perbedaan tugas antara panitia, fasilitator dan
peserta
d. Menciptakan
dan memelihara suasan kerja yang kondusif
e. Bertindak
dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana kepada semua pihak
f. Berpakaian
rapi, sopan, serta bersikap dan berperilaku pudi pekerti yang luhur
4. Etika
dan Moral Fasilitator
a. Mengharagai
dan menjunjung tinggi kerja panitia
b. Memiliki
komitmen yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral dalam pelaksanaan
pelatihan.
c. Menjalin
kerjasama edukatif terhadap peserta diklat.
d. Melaksanakan
tugas dengan penuh dedikatif, inovatif, kreatif, dan produktif.
e. Mengembangkan
wawasan, ide-ide, strategi, tekhnik-tekhnik, serta penerapan etika dana moral
secara tepat.
5. Etika
dan Moral Peserta
a. Menghargai
dan menjunjung tinggi upaya panitia dalam memfasilitasi segala kebutuhan
diklat.
b. Mematuhi
segala tata tertib yang telah di tentukan.
c. Disiplin
dalam segala aktivitas diklat.
d. Menjunjung
tinggi nilai dan norma-norma pergaulan.
e. Menerapkan
etika dan moral secara penuh kesadaran dalam semua kegiatan diklat.
6. Cara
menyikapi dan melaksanakan etika dan moral dalam diklat
Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur
kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap objek yang disikapinya. Unsure kognisi
mengaju kepada wawasan, keyakinan, pemahaman pertimbangan, dan pemikiran para
fasilitator tentang hakekat peserta diklat, pengaruh lingkungan, dan hakekat
pembelajaran. Penyikapan terhadap etika dan moral pembelajaran pada unsur
kognisi yaitu:
a. Keyakinan
bahwa para peserta sebgai mahluk social.
b. Pemahaman
bahwa dalam proses pelatihan, peserta
dapat belajar dari berbagai sumber.
c. Pertimbangan
dan pemikiran cermat, teliti, jernih, manusiawi, dan penuh tanggung jawab dapat
mencapai tujuanyang telah ditetapkan.
Unsur
kognisi dapat diturunkan ke dalam bentuk prilaku afektif, misalnya:
1) Memberikan
penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya.
2) Memiliki
komitmen yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral dalam proses
pembelajaran.
3) Berupaya
ikit mengimplementasikan dan mengembangkan secara optimal keahlian yang
dimiliki dalam proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Belajar merupakan proses psik-fisiologis yang
mengubah tingkah laku individu, yang berupa aktual, dan potensial, yang berlaku
dalam waktu yang relatif lama dan diperoleh dengan usaha sadar. Pengelolaan
latihan merupakan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran yang berupa kegiatan memahirkan. Keberhasilan pelatihan dipengaruhi
oleh trikondisi pendidikan, yakni konsistensi, konvergensi, dan kontinuitas.
Strategi pelatihan yakni strategi
fasilitatif, reedukatif, persuasif (bujukan) dan strategi paksaan. Pengelolaan
tempat atau ruang diklat meliputi tahan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan dan pengontrolan. Fungsi ruang diklat yaitu sebagai sarana dan
prasarana serta sebagai sumber belajar. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengukur dan menilai ruangan diklat yaitu suara berisik, warna, struktur
ruangan (bujur sangkar), pencahayaan, dinding dan penutup lantai, kursi, cahaya
yang menyilaukan, langit-langit, sambungan listrik dan bunyi suara.
Mutu adalah suatu tingkatan yang dicapai oleh
karakteristik menyeluruh akan kondisi barang atau jasa yang mampu memberikan
kepuasan konsumen sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan. Mutu berhubungan
dengan mutu produk, ketepatan pengiriman, biaya yang rendah dan pelayanan yang
memuaskan pelanggan. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola
perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun kelompok untuk mewujudkan
kehidupan manusia yang bermartabat. Moral adalah adat istiadat, kebiasaan,
cara, tingkah laku, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto
& Bintoro. 2014. Manajemen Diklat.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media
This post have 0 komentar