-->

Sunday 16 December 2018

author photo


PENGELOLAAN PELATIHAN

 Disusun Oleh: 
1.     ZOHRATUL AINI   
2.     WIDIA ASTUTI  


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Pengelolaan Pelatihan” untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Diklat.
            Makalah ini berisikan tentang bagaimana pengelolaan latihan manajemen diklat dalam suatu kegiatan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari ke sempurnaan.        
          Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khususnya dan bagi pembaca secara umumnya.

                                                                                      Mataram, 12 Oktober 2018
                                                                                                             
                                                                                                  
   
                                                                                                       Penyusun   


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Pengelolaan program pelatihan tidak jauh berbeda dengan pengelolaan sebuah proyek atau pengelolaan tertentu. Akan tetapi, seringkali pengelolaan pelatihan dianggap sebagai suatu yang sederhana hingga  banyak dikesampingkan. Hal ini ditandai dengan “tingkat keseriusan dan komitmen”berbagai pihak.
       Banyak pihak lebih memperhatikan dan lebih menguntungkan “mengelola proyek fisik” dari pada “proyek pengembangan sumber daya manusia melalui program pelatihan”. Di samping itu, tercermin pula “penyediaan atau alokasi dana” yang relatif kecil untuk komponen latihan, baik pelatihan bagi staf maupun pelatihan bagi kelompok sasaran.

B.     Rumusan Masalah
                        1.       Bagaimana prinsip-prinsip pelatihan?
                        2.       Bagaimana prosedur pengelolaan pelatihan?
                        3.       Bagaimana strategi pelatihan?
                        4.       Menyiapkan ruang pembelajaran diklat?
                        5.       Mencermati mutu penyelenggaraan diklat?
                        6.       Penilaian pada etika dan moral dalam diklat?

C.    Tujuan Penulisan
                        1.       Bagaimana prinsip-prinsip pelatihan.
                        2.       Bagaimana prosedur pengelolaan pelatihan.
                        3.       Bagaimana strategi pelatihan.
                        4.       Menyiapkan ruang pembelajaran diklat.
                        5.       Mencermati mutu penyelenggaraan diklat.
                        6.       Penilaian pada etika dan moral dalam diklat.

BAB II
KAJIAN TEORI

A.    PRINSIP-PRINSIP PELATIHAN
       Pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan atas sesuatu oleh seseorang senantiasa diperoleh melalui proses belajar. Belajar diperlihatkan melalui perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Perubahan tingkah laku dalam belajar memiliki karakteristik, yakni: terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat permanen, memiliki tujuan dan mencakup seluruh aspek tingkah laku ( Surya & Amin, 1984: 13-15).
       Dengan demikian, belajar merupakan proses psik-fisiologis yang mengubah tingkah laku individu, yang berupa aktual, dan potensial, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama, dan diperoleh dengan usaha sadar (Sudjana & Rivai, 2003:36; Brown, 1994:7).
       Proses pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar dan pembelajar seringkali digunakan istilah pendidikan, pembinaan, dan pelatihan. Pendidikan mengacu kepada komunikasi yang terorganisasi dan diarahkan untuk menumbuhkan kegiatan belajar; pembinaan mengacu kepada usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik; sedangkan pelatihan mengacu kepada usaha, proses atau kegiatan yang dilakukan untuk mencapai keterampilan.
       Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh trikondisi pendidikan, yakni konsistensi, konvergensi, dan kontinuitas. Konsistensi berarti bahwa kegiatan pendidikan harus serasi dan ajeg dalam mengembangkan potensi peserta didik. Konvergensi berarti pendidikan bertolak dari suatu landasan yang jelas. Kontinuitas berarti bahwa pendidikan harus  ditempuh dan berkelanjutan (Sudjana, 1983:29).

B.     PROSEDUR PENGELOLAAN PELATIHAN
       Pengelolaan latihan merupakan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran yang berupa kegiatan memahirkan. Prosedur pengelolaan pelatihan secara hierarkis dapat diuraikan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
                     1.         Identifikasi dan analisis kebutuhan pelatihan. Kebutuhan pelatihan ada yang bersifat kelembagaan, kesatuan unit dalam lembaga, atau kebutuhan pelatihan yang bersifat individual.
                     2.         Menguji dan analisis jabatan dan tugas.
                     3.         Klasifikasi dan menentukan peserta pelatihan.
                     4.         Rumusan tujuan pelatihan.
                     5.         Pendesainan kurikulum dan silabus pelatihan.
                     6.         Perencanaan program pelatihan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu: latar belakang, tujuan, biaya/sumber dana, tempat, jadwal pelatihan (waktu, materi, dan pemateri), susunan panitia pelaksanaan, tata tertib, nara sumber dan peserta pelatihan.
                     7.         Penyusunan dan kerangka acuan (TOR).
                     8.         Pelaksanaan program pelatihan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu komunikasi, logistik, fasilitator, peserta dan prasarana pendukung lainnya.
                     9.         Evaluasi program dan tindak lanjut pelatihan. Hal ini untuk mengetahui berbagai kekurangan, kelemahan, dan kelebihan, baik penyelenggaraan pelatihan maupun dalam prosesnya sehingga dapat mengetahui tindakan selanjutnya.

C.    STRATEGI PELATIHAN
       Zaltman (1977) menyebutkan empat strategi pelatihan, yakni strategi fasilitatif, reedukatif, persuasif (bujukan) dan strategi paksaan. Hubungan antara pelatih dan peserta latihan dapat berupa hubungan interaktif (kerjasama yang harmonis), proaktif (pelatih lebih berinisiatif) dan hubungan reaktif (peserta lebih reponsif). Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh berbagai komponen, antara lain: pelatih, peserta latihan, bahan, strategi, media, dan kondisi pelatihan.
Didalam pelaksanaan pelatihan dapat dimanfaatkan beberapa strategi, antara lain:
                        1.       Mengkondisikan kesiapan peserta didik
                        2.       Memanfaatkan media audio visual
                        3.       Praktik dan bercerita
                        4.       Menyajikan bahan secara proporsional
                        5.       Dialog dan rasionalisasi
                        6.       Perumpamaan, sketsa, dan gambar
                        7.       Gerak tubuh (kinetik)
                        8.       Argumentasi
                        9.       Pengulangan dan pemetaan
                      10.     Sportif dalam menjawab

D.    MENYIAPKAN RUANG PEMBELAJARAN DIKLAT
                        1.      Fungsi Ruangan atau Tempat Diklat
     Ruangan diklat merupakan suatu hal yang dapat dikendalikan, diatur atau dikelola, yang berfungsi sebagai:
a.       Ruangan sebagai sarana dan prasarana
b.      Ruangan sebagai bagian dari sumber belajar. Lingkungan sebagai sumber belajar dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan fisik (gedung, sekolah, pusat paket instruksi, perpustakaan, studio, bengkel, ruang kelas, auditorium, dan sebagainya. Lingkungan non fisik (penerangan, sirkulasi udara, suhu udara, dan sebagainya.
                        2.       Pengelolaan Tempat atau Ruangan Diklat
a.          Perencanaan
Sebelum melakukan pelatihan maka terlebih dahulu memilih tempat yang cocok dipakai untuk kegiatan diklat. Penentuan suatu tempat pelaksanaan diklat biasanya dipengaruhi oleh tujuan, sifat, waktu pelaksanaan, dan anggaran diklat. Pelaksanaan diklat yang bersipat rutin tentu pemilihan tempatnya akan berbeda dengan diklat yang pelaksanaannya insidental apalagi yang bersipat urgen.
b.         Pengorganisasian
Selanjutnya mengorganisasikan atau mengelompokkan tempat-tempat yang akan digunakan untuk pelatihan dan menentukan materi diklat.
c.          Pelaksanaan
Tertuju pada bagaimana caranya agar proses pelatihan dapat seefektif mungkin sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Koordinasi antara penanggung jawab tempat dengan seksi acara sangat berperan penting dalam pelaksanaan acara.
d.         Pengontrolan
Pengontrolan dimulai sejak merencanakan tempat, saat menjelang dan berlangsungnya diklat sampai dengan tahap evaluasi pelatihan.
                        3.       Kriteri Ruangan Diklat
       Menurut buku Manajemen Diklat ( Sugiyono, 2002) mengemukakan kriteria yang harus dipenuhi sebuah ruang diklat, yaitu:
a.          Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah tingkat kemudahan dan kecepatan dalam mengatur ruangan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Unsur fleksibilitas ruangan yaitu luasnya ruangan. Beberapa ukuran ruangan untuk beberapa kepentingan:
1)         Ruangan koferensi; luas = 2,070-2,250 m2 per-orang
2)         Ruangan kelas; luas = 1,350-1,530 m2 per-orang
3)         Ruangan teater ; luas = 0,081-0,90 m2 per-orang
4)         Ruangan resepsi; luas = 0,765-0,855 m2 per-orang
5)         Ruangan makan; luas = 1,035-1,125 m2 per-orang
b.         Isolasi
Isolasi yaitu ruangan yang bebas dari pengaruh suara (dekat airport, lalu lintas kendaraan) yang ramai, dan dapat menimbulkan gangguan terhadap proses pembelajaran.
c.          Pencahayaan
Ruangan akan membutuhkan pencahayaan yang lebih jika digunakan untuk menulis, menggambar, demostrasi, atau kegiatan yang memerlukan pengamatan tinggi. Sedangkan untuk memutar film, atau OHP (Over Head Projector) diperlukan ruangan yang agak gelap. Warna menurut Sugiyono (2002-104) juga merupakan faktor penting dalam memperbesar efisiensi pencahayaan, karena setiap warna akan berfungsi sebagai daya pantul sinar.  Beberapa teknik pencahayaan lampu listrik yang diterapkan dalam ruang pelatihan yaitu:
1)         Cahaya langsung, yaitu cahaya memancar langsung dari sumbernya ke permukaan meja.
2)         Pencahayaan setengah langsung, yaitu cahaya memancar dari sumbernya melalui tudung lampu yang terbuat dari gelas dengan warna susu sehingga cahaya lampu tidak langsung dipantul melalui reflector.
3)         Cahaya setengah tidak langsung, yaitu cahaya lampu dipantulkan ke langit-langit terlebih dahulu, kemudian baru dipantulkan ke bawah lewat tudung yang terpasang.
4)         Pencahayaan tidak langsung, yaitu cahaya yang berasal dari sumber dipancarkan ke langit-langit terlebih dahulu, baru kemudian dipancarkan kearah permukaan meja sehingga tidak menimbulkan bayangan yang dapat merusak kesehatan. Pencahayaan ini cocok untuk ruang yang gelap dan pelatihan di malam hari.
d.         Ventilasi
Ventilasi berfungsi mengatur kecukupan udara, suhu udara, dan uap air. Udara yang terbaik untuk bekerja adalah dengan suhu 25,6 , dan tingkat kelembaban adalah 45%. Ruang diklat sebaiknya dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) .
        Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengukur dan menilai ruangan diklat yaitu suara berisik, warna, struktur ruangan (bujur sangkar), pencahayaan, dinding dan penutup lantai, kursi, cahaya yang menyilaukan, langit-langit, sambungan listrik dan bunyi suara.
                        4.      Pengaturan Ruang Kelas dan Tempat Duduk
        K. Davies (1987: 184) mengemukakan bahwa pengaturan ruang kelas terbagi atas klasifikasi ruang besar dan ruang kecil.  Karakter dari ruang kelas besar antara lain: mampu menampung peserta didik lebih dari 12 orang, efektif untuk mengukur penerimaan informasi secara tradisional, dan keterampilan memimpin guru atau pendidik lebih diutamakan.
        Sedangkan, karakteristik tipe ruangan kelas kecil antara lain: menampung kurang dari 10 orang, lebih optimal untuk mengukur tujuan efektif maupun tujuan kognitif tingkat tinggi, metode tutorial akan lebih efektif, secara rasional dan irasional lebih disukai oleh guru maupun murid. Kriteria utama yaitu fleksibilitas yang bertujuan agar posisi meja dan kursi dapat diubah dengan mudah dan cepat. Mamfaat merubah susunan meja dan kursi yaitu untuk:
a.          Komunikasi antar pengajar dan sesama peserta semakin lancar dan lebih merata.
b.         Memberikan suasana baru yang tidak membosankan.
c.          Adil dalam memperoleh tempat duduk.
d.         Tidak akan terbentuk klik-klik kecil di dalam kelas.
        Blanchard & Thacker (2004: 324) berpendapat bahwa, pengaturan tempat duduk tergantung pada jenis pelatihan yang diselenggarakan. Bentuk pengaturan yang lazim digunakan yaitu dalam bentuk seting kelas, model U, kipas, koferensi, bujur sangkar, dan lingkaran.


E.     MENCERMATI MUTU PENYELENGGARAAN DIKLAT
1.      Pengertian Mutu
      Secara umum, Mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan sutatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun yang intangible (Nur Zazin, 2011:54). Mutu adalah suatu tingkatan yang dicapai oleh karakteristik menyeluruh akan kondisi barang atau jasa yang mampu memberikan kepuasan konsumen sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan. Mutu berhubungan dengan mutu produk, ketepatan pengiriman, biaya yang rendah dan pelayanan yang memuaskan pelanggan.
Terdapat 3 unsur mutu, yang disebutnya dengan trilogy mutu, yaitu:
a.       Quality planning (perencanaan mutu)
b.      Quality control (pengendalian mutu)
c.       Quality improvement (peningkatan mutu)
2.      Urgensi Mutu
Sifat penyelenggaraan diklat adalah berbentuk jasa. Beberapa point tingkat urgensi akan penerapan mutu pada diklat, diantaranya dapat:
a.       Meningkatkan citra positif lembaga kediklatan.
b.      Meningkatkan kinerja organisasi kediklatan.
c.       Meningkatkan efisiensi biaya dan operasional kegiatan diklat.
d.      Memperbaiki manajemen lembaga kediklatan dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan.
e.       Mengurangi dan meminimalisir resiko usaha penyelenggaraan diklat.
f.       Meningkatkan daya saing pelayanan dan produk diklat.
g.      Memudahkan pengendalian aktifitas penyelenggaraan diklat.
3.      Standar Penyelenggaraan Diklat.
      Standar merupakan kriteria minimal untuk mutu suatu barang atau jasa. Manakala kondisi barang atau jasa berada diatas batas standar, berarti melampaui standar (bermutu). Sebaliknya, kondisi barang atau jasa berada dibawah batas standar, maka berarti masih belum standar. Standar mutu mencakup beberapa kondisi yaitu: sesuai dengan persyaratan, sesuai dengan pemakaian, kepuasan pelanggan dan tampa cacat.
Ada 8 prinsip manajemen mutu sebagai berikut:
a.          Fokus pada pelanggan, stakeholder, shareholder diklat.
b.         Kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk sanggup meyakinkan orang lain agar supaya bekerjasama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim guna mencapai tujuan tertentu.
c.          Keterlibatan orang- orang, baik secara intelektual maupun scara emosional, bahkan baik secara pertikal maupun horizontal dalam struktur dan proses kediklatan.
d.         Pendekatan proses, ini menganjurkan agar baik dan buruknya hasil atau produk diklat selalu dan senantiasa di koreksi melalui proses penyelenggaraan kediklatan secara menyeluruh.
e.          Pendekatan system manajemen. System adalah sekumpulan unsure atau elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan.
f.          Perbaikan terus menerus, ini mengajurkan agar selalu dan senantiasa serta tidak henti-henti untuk mengadakan perbaikan dari waktu ke waktu.
g.         Pembuatan keputusan berdasarkan fakta, yaitu peristiwa nyata yang terjadi sesungguhnya di  lapangan.
h.         Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok, yaitu adanya hubungan networking yang baik dengan semua pihak yang berkepentingan sekaligus menguntungkan kedua belah pihak.
       Menurut Mike Wills, bahwa terdapat tiga unsur untuk menjadikan penyelenggaraan diklat bermutu yaitu:
1)         Proses penyelenggaraan pelatihan yang bermutu, dibuktikan dengan diciptakannya sebuah SOP yang kemudian disepakati secara disiplin oleh semua pemangku kepentingan baik horizontal maupun vertikal.
2)         Pelatihan yang bersetifikat, dibuktikan dalam bentuk desain program, kurikulum silabus yag berisikan arah, tujuan, metode pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran, dan lain sebagainya.
3)         Pelatihan tersetifikat, yaitu widyaiswara yang telah memenuhi persyaratan.
4.      Audit Mutu Diklat
Kegiatan ini dilakukan dengan dua tahap yaitu:
a.       Pemantauan mutu, yakni kegiatan mengumpulkan informasi kejadian dan peristiwa rill akan penyelenggaraan diklat, baik berupa berupa proses pelayanan maupun produk diklat.
b.      Penilaian mutu, yakni mengukur kesesuaian  yang terjadi di lapangan dengan standar mutu yang di persyaratkan.

F.     PENILAIAN PADA ETIKA DAN MORAL DALAM DIKLAT
1.      Pengertian Etika dan Moral
      Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun kelompok untuk mewujudkan kehidupan manusia yang bermartabat. Moral menurut bahasa Latin mos, mores ( adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup). Istilah moral sering dipergunakan untuk menuunjukan kode, tingkah laku, dan adat atau kebiasaan dari individu atau kelompok.
2.      Tujuan
      Tujuan ini melekat pada tiga factor pelaku pengimplementasian etika dan moral itu sendiri yaitu:
a.       Memberikan arahan dan petunjuk kepada panitia diklat
b.      Memberikan arahan dan petunjuk kepada widyaiswara
c.       Memberikan arahan dan petunjuk kepada para peserta
3.      Etika dan Moral Panitia
      Etika dan moral yang berkaitan dengan tugas-tugas kepanitiaan pendidikan dan pelatihan adalah:
a.       Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat panitia, widyaiswara dan para peserta
b.      Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat
c.       Memelihara dan menghargai persamaan dan perbedaan tugas antara panitia, fasilitator dan peserta
d.      Menciptakan dan memelihara suasan kerja yang kondusif
e.       Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana kepada semua pihak
f.       Berpakaian rapi, sopan, serta bersikap dan berperilaku pudi pekerti yang luhur
4.      Etika dan Moral Fasilitator
a.       Mengharagai dan menjunjung tinggi kerja panitia
b.      Memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral dalam pelaksanaan pelatihan.
c.       Menjalin kerjasama edukatif terhadap peserta diklat.
d.      Melaksanakan tugas dengan penuh dedikatif, inovatif, kreatif, dan produktif.
e.       Mengembangkan wawasan, ide-ide, strategi, tekhnik-tekhnik, serta penerapan etika dana moral secara tepat.
5.      Etika dan Moral Peserta
a.       Menghargai dan menjunjung tinggi upaya panitia dalam memfasilitasi segala kebutuhan diklat.
b.      Mematuhi segala tata tertib yang telah di tentukan.
c.       Disiplin dalam segala aktivitas diklat.
d.      Menjunjung tinggi nilai dan norma-norma pergaulan.
e.       Menerapkan etika dan moral secara penuh kesadaran dalam semua kegiatan diklat.
6.      Cara menyikapi dan melaksanakan etika dan moral dalam diklat
        Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap objek yang disikapinya. Unsure kognisi mengaju kepada wawasan, keyakinan, pemahaman pertimbangan, dan pemikiran para fasilitator tentang hakekat peserta diklat, pengaruh lingkungan, dan hakekat pembelajaran. Penyikapan terhadap etika dan moral pembelajaran pada unsur kognisi yaitu:
a.       Keyakinan bahwa para peserta sebgai mahluk social.
b.      Pemahaman bahwa dalam proses pelatihan,  peserta dapat belajar dari berbagai sumber.
c.       Pertimbangan dan pemikiran cermat, teliti, jernih, manusiawi, dan penuh tanggung jawab dapat mencapai tujuanyang telah ditetapkan.
Unsur kognisi dapat diturunkan ke dalam bentuk prilaku afektif, misalnya:
1)      Memberikan penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya.
2)      Memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral dalam proses pembelajaran.
3)      Berupaya ikit mengimplementasikan dan mengembangkan secara optimal keahlian yang dimiliki dalam proses pembelajaran.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
   Belajar merupakan proses psik-fisiologis yang mengubah tingkah laku individu, yang berupa aktual, dan potensial, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan diperoleh dengan usaha sadar. Pengelolaan latihan merupakan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran yang berupa kegiatan memahirkan. Keberhasilan pelatihan dipengaruhi oleh trikondisi pendidikan, yakni konsistensi, konvergensi, dan kontinuitas.
   Strategi pelatihan yakni strategi fasilitatif, reedukatif, persuasif (bujukan) dan strategi paksaan. Pengelolaan tempat atau ruang diklat meliputi tahan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan dan pengontrolan. Fungsi ruang diklat yaitu sebagai sarana dan prasarana serta sebagai sumber belajar. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengukur dan menilai ruangan diklat yaitu suara berisik, warna, struktur ruangan (bujur sangkar), pencahayaan, dinding dan penutup lantai, kursi, cahaya yang menyilaukan, langit-langit, sambungan listrik dan bunyi suara.
   Mutu adalah suatu tingkatan yang dicapai oleh karakteristik menyeluruh akan kondisi barang atau jasa yang mampu memberikan kepuasan konsumen sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan. Mutu berhubungan dengan mutu produk, ketepatan pengiriman, biaya yang rendah dan pelayanan yang memuaskan pelanggan. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun kelompok untuk mewujudkan kehidupan manusia yang bermartabat. Moral adalah adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup.

                                                                          
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto & Bintoro. 2014. Manajemen Diklat. Yogyakarta: Penerbit Gava Media

your advertise here

This post have 0 komentar

Next article Next Post
Previous article Previous Post