BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
PENDAHULUAN
Suatu keberhasilan organisasi atau
institusi di tentukan oleh factor utama, yakni factor sumber daya manusia ,
sarana prasarana atau fasilitasnya. Sumber daya manusia atau karyawan sebuah
organisasi terdiri dari individu-individu yang sangat bervariasi, baik dilihat
dari jabatan di dalam organisasinya maupun latar belakang pendidikanannya.
Sebuah organisasi harus dinamis dan senantiasa mengembangkan diri seirama
dengan tuntutan atau lingkungan dunia luar. Maka dari itu, berapa besar
kemampuan dan seberapa tingginya tingkat pendidikan karyawan suatu organisasi,
tidakakan dapat mengikuti perkembangan, tanpa pelatihan.
Pelatihan adalah bagian dari
pendidikan yang mengambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun
masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakana suatu rangakaian yang tak
dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumber daya manusia, yang di
dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan dan pengembangan tenaga
manusia. Dalam proses pengembangannya diupayakan agar sumber daya manusia dapat
diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi
kebutuhan hidup manusia tersebut terpenuhi.
Penyelenggaraan pelatihan pada
umumnya lebih banyak digunakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi baik
pemerintah maupun swasta dan juga perusahaan dengan menggunakan model-model
yang berbeda. Model pelatihan yang ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan
untuk meningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang akhirnya dapat
menigkatkan produksi.pelaksanaan pelatihan juga dapat dilakukan masyarakat,
yang juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari warga masyarakat seperti
pengetahuan atau bidang keterampilan.
Model pelatihan adalah suatu bentuk
pelaksanaan pelatihan yang di dalamnya terdapat program pelatihan dan tata cara
pelaksanaanya. Berdasarkan kategori dan jenis pelatihan lalu ditentukan suatu
model pelatihan. Biasanya dalam pelatihan itu sendiri terdapat model-model yang
serng digunakan dalam organisasi atau karyawannya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian pelatihan?
2. Apa
saja model-model dalam pelatihan?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian pelatihan
2. Untuk
mengetahui apa saja model-model dalam pelatihan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi
Teori
1. Pengertian
Pelatihan
Beberapa pakar di bidang pelatihan
manajemen pengembangan sumber daya manusia menyatakan bahwa pelatihan adalah
serangkaian proses yang mengutamakan perubahan pengetahuan, keterampilan, dan
peningkatan sikap individu dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
Menurut Mondy dan Noe (2004)
menyatakan bahwa “Training: Activies designedto provide leanners with the
knowledge and skill needed for their jobs”. Pelatihan merupakan aktivitas
yang dirancang untuk menyiapkan individu agar memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam menunjang pekerjaanya. Hal yang senada
dinyatakan oleh Dessler (2008) bahwa “Training means giving a new or present
employees the skill they need to perform their jobs”.
Pelatihan dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu pelatihan internal (On The Job Training), dan pelatihan
eksternal (Off The JobTraining). Pelatihan internal yang sering
digunakan adalah pelatihan informal, dimana terjadi interaksi dan umpan balik
antara pegawai. Sedangkan untuk pelatihan eksternal muncul karena beberapa
alasan, yaitu: biaya relative murah, organisasi tidak memiliki tenaga ahli di
bidangnya, dan kentungan dapat berinteraksi dengan pimpinan atau pegawai dari
organisasi yang lain, karena pegawai bisa berbagi pengalaman dan berbagi
informasi atau pengetahuan dengan orang lain dari organisasi lain.
pelatihan pada dasarnya memiliki
tujuan untuk meperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan
pengetahuan sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2. Model-Model
Pelatihan
Terdapat
berbagai model pelatihan, model-model itu terutama dilihat dari tujuan
pelatihan yang kemudian menentukan proses pelatihan. Setiap model memiliki
karakteristik sendiri serta keunggulan dan kelemahan masing-masing. Dengan
demikian model-model itu tidak berada dalam posisi bahwa model yang satu lebih
baik dari model yang lain. Oleh karena itu penyelenggaraan pelatihan selain
memilih suatu model pelatihan, juga diharapkan dapat mengoptimalkan
penlenggaraan pelatihan dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang ada pada
model tersebut. Selain itu diharapkan pula dapat mengidentifikasi dan
menanggulangi kelemahan-kelemahan yang ada pada model tersebut.
Pemilihan
suatu model pelatihan terutama didasarkan pada kebutuhan di satu pihak dan
potensi atau peluang yang dimiliki di pihak lain. Kebutuhan menunjuk pada
kebutuhan belajar warga belajar atau kebutuhan organisasi akan pengembangan
sumber daya manusia melalui pelatihan. Kebutuhan ini dapat selaras ataupun
tidak selaras dengan peluang atau potensi yang dimiliki baik secara internal
maupun eksternal. Potensi internal misalnya berupa kesiapan warga belajar,
waktu yang tersedia, dan biaya yang dimiliki. Potensi ekternal menunjuk pada
perangkat lunak model pelatihan dan manajemen atau organizer pelatihan.
Model-model pelatihan yang penting
diantaranya:
a. Pelatihan
Magang
Program
pembelajaran magang, biasanya disebut dengan built in learning, apprenticeship,
learning by doing atau on the job training/off the job training, dimana program
ini dirancang untuk level keahlian yang lebih tinggi. Oleh karenanya program
pembelajaran magang (learning by doing) cenderung lebih mengarah pada
pendidikan (edication) dari pada pelatihan dalam hal pengetahuan dan dalam
melakukan suatu keahlian atau suatu rangkaian pekerjaan yang saling berhubungan.
“magang
adalah menggabungkan pelatihan dan pengalaman pada pekerjaan dengan intruksi
yang didapatkan di dalam tempat tertentu untuk subyek-subyek tertentu” (Henry
Simamora1987:315).
Menurut Sudjana (1993) menyatakan
bahwa,
“magang (appreniceship) adalah
penyebaran informasi yang dilakukan secara terorganisasi. Istilah terorganisasi
ini dimaksud bahwa magang memiliki aturan-aturan tertentu. Yakni tujuan, bahan bahan
yang disampaikan, orang yang berpengalaman, orang yang belum berpengalaman,
perabot atau perkakas yang dipergunakan, waktu dan lingkungan. (Djuju Sudjana,
1993: 9-10).
Dari kedua pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa magang merupakan suatu proses pembelajaran yang
mengandung unsur “belajar sambil bekerja” (learning by doing), dimana warga
belajar (pemagang) akan membiasakan diri untuk mengikuti proses pekerjaan yang
sudah biasa dilakukan oleh sumber belajar, fasilitator (pemagang). Warga
belajar (pemagang) bukan hanya melihat atau mendengar teori pekerjaan, akan
tetapi harus melakukan secara langsung apa yang dilihat dan dipahaminya.
Melalui proses belajar seperti ini secara tidak sadar warga belajar (pemagang)
selain memperoleh keterampian, juga akan mengalami perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap dalam menghadapi pekerjaan tersebut. Sikap dan
keterampilan tidak hanya diperoleh dari teori pekerjaan, akan tetapi langsung
melalui pegelihatan dan membantu sumber belajar (pemagang) dalam mengerjakan
pekerjaanya.
Tujuan pelaksanaan magang, antara
lain: untuk memantapkan penguasaan keterampilan yang diinginkan dan ditekuni untuk
dijadikan mata pencaharian, memperluas dan mempercepat jangkauan pengadaan
tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan lingkungan, sehingga dapat segera
berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan sekitarnya.
b. Model
Pelatihan Kerja
Pelatihan
kerja adalah perbuatan sadar dalam mengupayakan berlangsungnya proses belajar
pada karyawan dengan memafaatkan pengalaman-pengalaman mereka untuk
meningkatkan penguasaan keterampilan dan pengetahuan sehingga berguna bagi
mereka dan begi organisasi. Pelatihan kerja juga dapat diartikan perbuatan
sadar dari Manajemen dengan cara mengupayakan terjadnya proses belajar dalam
pekerjaan atau berkaitan dengan pekerjaan. Definisi pekatihan kerja ini
mencakup pengertian adanya aktivitas yang berurutan dan terus menerus dengan
kekuatan-kekuatan dan batasan-batasan yang ditentukan.
Menurut practon dan Tornton(1993),
pelatihan kerja yang ideal bertujuan:
1. Menyesuikan
diri dengan puas terhadap tuntutan organisasi dan operasi kerja sejakhari
pertaman masuk kerja;
2. Memperoleh
kemajuan sebagai kekuatan yang produktif dalam organisasi dengan jalan
mengembangkan secara rutin kebutuhan keterampilan, pengetahuan, dan sikap.
c. Model
Pelatihan dan Kewirausahaan
1. Pengertian
Kewirausahaan
Sampai sekarang belum ada termilogi
yang persisi sama tentang kewirausahaan (entrepreneurship), akan tetapi pada
umumnya memiliki hakikat yang hampir sama, seperti yang dikemukakan oleh:
Drucker
(1994: 27) yang dikutip oleh Indrakentjana (2003: 41)
“kewirausahaan
akan tampak menjadi sifat, watak, dan ciri-ciri
yang melekat pada seseorang yang mempunyai kemauan kerasuntuk mewujudkan
gagasan inovatifke dalam dunia usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya.
Bygrave
(1994: 1) seperti dikutip Alma (2005: 22) mengartikan enterpireneur’…as the
person who destroyes the exsting economic order by organization, or by
explointig new raw materials”.
Pada
intinya enterpernneuratau kewirausahaan diartikan sebagai orang yang menganti
tatanan ekonomi dengan mengenalkan hasil dan layanan, menciptakan bentuk
organisasi baru atau menggali bahan-bahan mentah yang baru.
Dengan memperhatikan
definisi-definisi kewirausahaan di atas, maka kewirausahaan yang dimaksud bagi masyarakat
urban adalah kegiatan usaha baru atau peningkatan dan pengembangan usaha yang
mereka miliki sebagai hasil pelatihan yang diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari yang berguna sebagai penopang kehidupan keluarga.
2. Tujuan
Kewirausahaan
Dari beberapa pengertian tentang
kewirausahaan, maka dapat diperoleh gambaran dari tujuan kewirausahaan mulai
dari tujuan sederhana sampai pada tujuan yang lebih lengkap. Tujuan-tujuan
tersebut antara lain:
a) Mewujudkan
gagasan inovatif dari seseorang dalam bidang usaha.
b) Menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda dalam bidang usaha.
c) Menganti
tatanan ekonomi dengan mengenalkan produk, layanan, penciptaan pengelolaan, dan
mengali bahan-bahanmentah baru dalam usaha.
d) Suatu
proses untuk mengerjakan sesuatu yang baru.
e) Menciptakan
inovasi dan kretivitas untuk memecahkan masala-masalah daam bidang usaha.
f) Mengembangkan
ide-ide baru an untuk menemukan cara-cara baru dlam memecahkan masalah dan
memanfaatkan peluang dalam bidang usaha.
g) Menemukan
cara-cara berpikir yang baru dan melakukannyadengan cara-cara tersebut dalam
bidang usaha.
3. Sasaran
atau Pelaku Kewirausahaan
a) Wanita
pengusaha adalah mereka yang menekuni bidang bisnis ini didorong oleh
factor-faktor kemampuan berprestasi, membantu ekonomi rumah tangga.
b) Minoritas
pengusaha adalah mereka yang berusaha menekuni kegiatan bisnis dalam kehidupan
sehari-hari.
c) Imigrasi
wirausaha adalah kaum pendatang yang memasuki suatu daerah untuk memperoleh
pekerjaan sehingga mereka lebih leluasa memilih pekerjaan yang bersifat informal
mulai dari pedangang kecil sampai pedagang tingkat menengah.
d) Wirausaha
paruh waktu adalah orang atau orang-orang yang mengisi waktu luang agar mereka
menjadi pengusaha besar dengan tidak mengorbankan pekerjaan pokok.
e) Pengusaha
rumah tangga adalah ibu-ibu rumah tangga yang memulai kegiatan bisnisnya dari
rumah tangga yang akhirnya usaha mereka makin maju.
f) Wirausaha
keluarga adalah sebuah keluarga yang dapat membuka berbagai jenis dan cabang
usaha yang semakin lama semakin maju dan membuka cabang baru pada lokasi
berbeda.
g) Wirausaha
pemula adalah seseorang untuk menciptakan pembagian pekerjaan atau usaha yang
didasarkan atas keahlian masing-masing dan sekaligus menjadi penanggung jawab
dari usaha tersebut.
4. Karakteristik
Kewirausahaan
No
|
Ciri-ciri
|
watak
|
1
|
Percaya
diri
|
·
Kepercayaan/keyakinan (keteguhan)
·
Ketidak tergantungan, kepribadian
mantap
·
Optimisme
|
2
|
Berorientasi tugas dan hasil
|
·
Kebutuhan atau haus akan pretasi
·
Berorientasi laba atau hasil
·
Tekun dan tabah
·
Tekad, kerja keras, motivasi
·
Energik
·
Penuh inisiatif
|
3
|
Pengambilan resiko
|
·
Mampu mengambil resiko
·
Suka pada tantangan
|
4
|
Kepemimpinan
|
·
Mampu memimpin
·
Dapat bergaul dengan orang lain
·
Menanggapi saran dan kritik
|
5
|
Keorisinilan
|
·
Inovatif (pembaharu)
·
Kreatif
·
Fleksibel
·
Banyak sumber
·
Serba bisa
·
Mengetahui banyak
|
6
|
Berorientasipada masa depan
|
·
Pandangan ke depan
·
perseptif
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat berbagai model
pelatatihan, model-model itu terutama dilihat dari tujuan pelatihan yang
kemudian menentukan proses pelatihan. Setiap model memiliki karakteristik
sendiri serta keunggulan dan kelemahan masing-masing ada beberapa model
pelatihan yang penting diantaranya adalah magang, pelatihan kerja dan model
pelatihan kewirausahaan.
magang merupakan suatu proses
pembelajaran yang mengandung unsur “belajar sambil bekerja” (learning by
doing), dimana warga belajar (pemagang) akan membiasakan diri untuk mengikuti
proses pekerjaan yang sudah biasa dilakukan oleh sumber belajar, fasilitator
(pemagang).
Pelatihan kerja adalah perbuatan
sadar dalam mengupayakan berlangsungnya proses belajar pada karyawan dengan
memafaatkan pengalaman-pengalaman mereka untuk meningkatkan penguasaan
keterampilan dan pengetahuan sehingga berguna bagi mereka dan begi organisasi.
Pada intinya enterpernneuratau
kewirausahaan diartikan sebagai orang yang menganti tatanan ekonomi dengan
mengenalkan hasil dan layanan, menciptakan bentuk organisasi baru atau menggali
bahan-bahan mentah yang baru.
B. Saran
Di harapkan dalam menerapkan suatu
model dalam pelatihan agar memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan atau yang
ingin dicapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamil musofa. 2012.
Model Pendidikan dan Pelatihan (konsep dan aplikasi), Bandung: Alfabeta
Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills
Education), Bandung: Alfabeta
TIM. 2011. Pedoman pembimbingan dan penulisan karya
ilmiah. IKIP Mataram. Mataram
This post have 0 komentar