BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang
Secara historis, teori
Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi
negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara
teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang
terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara
tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak
mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan.
Paradigma inilah yang
kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan
dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan
oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh
faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu.
b.
Rumusan
masalah
1. Apa teori tentang moderenisasi
klasik?
2. Apa teori tentang teori dependensi
klasik?
3. Apa teori tentang dependensi baru?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Teori moderenisasi klasik
Modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju
pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di
Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19.
Klasik adalah suatu keadaan dimana sistem keadaan
ekonomi, sosial, dan budaya masih sederhana dan belum mempunyai sifat atau ciri
yang bernuasa teknologi.
Jadi moderenisasi klasik adalah suatu proses
perubahan pola pikir pada sistem sosial, ekonomi, budaya dan poliktik menuju
kearah yang lebih berkembang namun dalam konteks tidak meninggalkan hal-hal
yang sudah ada serta memilah terlebih dahulu untuk diasumsi.
Sejarah Lahirnya
Teori modernisasi lahir akibat adanya produk tiga peristiwa
pennting dunia setelah masa Perang Dunia II, yaitu :
1. munculnya Amerika Serikat sebagai
negara adidaya yang menjadi pemimpin dunia sejak pelaksanaan Marshall Plan yang
dilakukan untuk membangun kembali Eropa Barat akibat Perang Dunia II.
2. Pada saat yang hampir bersamaan,
terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet memperluas politiknya ke
Eropa Timur bahkan Asia. Maka AS berusaha memperluas politiknya dibelahan dunia
lain untuk membendung penyebaran ideologi komunis.
3. Lahirnya negara merdeka baru di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Negara ini mencari model pembangunan untuk
pembangunan ekonominya dan politiknya, sehingga AS memfasilitasi negara-negara
ketiga ini.
Dengan bantuan yang berlimpah dari pemerintah AS dan
organisasi swasta disegala bidang maka satu aliran pemikiran antardisiplin yang
tergabung dalam ajaran modernisasi sedang terbentuk pada tahun 1950-an
tersebut. Karya kajian teori modernisasi merupakan industry yang tumbuh segar
sampai pertengahan 1960-an. Oleh karena itu karya kajian teori modernisasi
dikategorikan sebagai satu aliran pemikiran tersendiri.
Warisan Pemikiran
Dalam usahanya menjelaskan persoalan
pembangunan negara-negara Dunia Kteiga, perspektif ini banyak menerima warisan
pemikiran dan teori evolusi dan teori fungsionalisme. Ini terjadi karena
pengaruh teori evolusi dan teori ini telah terbukti mampu membantu menjelaskan
proses masa peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, dan
mampu menjelaskan tujuan negara Dunia Ketiga.
Teori-teori moderenisasi klasik
Teori Evolusi
Teori Evolusi lahir pada awal abad
ke-19 sesudah Revolusi Industri dan Perancis. Revolusi ini benar-benar merubah
sendi-sendi kehidupan dan meningkatkan produktivitas barang yang lebih efisien
dan perluasan pasar dunia. Pada garis besarnya teori evolusi menggambarkan
perkembangan, yaitu :
1.
Teori
evolusi menganggap perubahan sosial merupakan gerakan searah seperti garis
lurus. Masyarakat berkembang dari masyarakat primitive menuju masyarakat maju
dan kelak suatu saat dalam masa peralihan yang sangat panjang dunia akan
menjadi masyarakat maju.
2.
Teori
evolusi membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir
perubahan sosial, dan didalam teori ini terdapat apa yang disebut kemajuan,
kemanusiaan, dan siviliasi. Perubahan sosial yang dijalani bersifat perlahan
dan bertahap dari masyarakat sederhana ke masyarakat modern
Teori Fungsionalisme
Menurut Talcott Parsons, masyarakat manusia tak ubahnya
seperti organ tubuh manusia.
1. Struktur manusia yang memiliki
berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain, Oleh karena itu
masyarakat juga memiliki berbagai kelembagaan yang saling terkait dan tergantung
satu sama lain, dan Parsons menggunakan konsep sistem untuk menggambarkan
koordinasi harmonis antarkelembagaan tersebut.
2. Setiap tubuh manusia memiliki fungsi
yang jelas dan khas, maka juga dengan kelembagaan masyarakat, seperti lembaga
dalam msyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk kestabilan dan pertumbuhan
masyarakat tersebut.
Namun demikian teori ini sering disebut konservatif, karena
menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil,
seimbang, dan mapan. Berikutnya Parsons merumuskan konsep faktor kebakuan dan
pengukur, dalam rangka menjelaskan perbedaan masyarakat tradisional dan modern.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan hal tersebut, ada hubungan kecintaan dan
kenetralan. Mayarakat tradisional cenderung memilih hubungan kecintaan
sementara masyarakat modern memilih kenetralan. Parsons lalu juga merumuskan
kekhususan dan berjarak, masyarakat tradisional cenderung berhubungan dengan
anggota masyarakat dari satu kelompok tertentu sehingga ada rasa kebersamaan,
sementara masyarakat modern berhubungan satu sama lain dengan batas norma-norma
universal.
Smelser:Diferensiasi Struktural
Baginya modernisasi akan selalu
melibatkan diferensiasi struktural. Ini terjadi karena dengan proses
modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai
fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi
yang lebih khusus. Bangunan baru ini sebagai satu kesatuan keseluruhan fungsi
yang dilakukan oleh bangunan struktur lama. Perbedaanya, stelah adanya
diferensiasi struktural, pelaksanaan fungsi akan dapat dijalankan secara
efisien. Lalu ia juga berpendapat
bahwa sekalipun diferensiasi struktural telah meningkatkan kapasitas fungsional
kelembagaan, namun juga menimbulkan masalah bau, yakni masalah integrasi yang
berupa pengkoordinasian aktivitas berbagai lembaga baru tersebut. Menurut
Smelser kurangnya koordinasi dari berbagai struktur ini akan mengakibatkan
kerusuhan sosial. Kekacauan ini akan menyebabkan agitasi politik damai sampai
pada kerusuhan dengan kekerasan, atau bahkan terjadi perang geriliya dan
revolusi sosial. Ini terjadi karena adanya sebagian masyarakat yang tidak
terlibat dalam proses diferensiasi struktural.
Secara singkat Smelser menguraikan penjelasannya untuk menguji pembangunan
negara Dunia Ketiga dengan menggunakan konsep diferensiasi struktural. Dengan
mengkaitkan akibat diferensiasi struktural, permasalahan integrasi sosial, dan
kemungkinan timbulnya kerusuhan sosial, Smelser menunjuk bahwa modernisasi
tidak harus merupakan satu proses yang lancer dan harmonis. Dengan kata lain,
kerangka teori yang dibangun Smelser selain menunjukan proses mosernisasi juga
memberikan alat bantu analisa untuk menguji akibat samping modernisasi itu
sendiri, khususnya dinegara Dunia Ketiga.
B. Teori dependensi klasik
Teori modernisasi, klasik maupun temporer, melihat pemasalahan pembangunan
lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
Sedangkan teori depedensi memiliki posisi yang sebaliknya. Teori ini lebih
menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia
Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori depedensi mewakili “suara
negara-negera pinggiran” untuk menentang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan
intelektul dari negara maju.
Pendekatan depedensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal
kelahirannya teori ini lebih merpakan jawaban atas kegagalan program yang
dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin
pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun 1950-an banyak pemerintahan di Amerika
Latin mencoba untuk menerapkan strategi pembangunan dari KEPBAL yang
menitikberatkan pada proses industrialisasi melalui program industrialisasi
substitusi impor (ISI) yang diharapkan memberikan keberhasilan berkelanjutan
pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil pembangunan dan kesejahteraan rakyat
serta pembangunan politik demokratis. Namun strategi ini mengalami kegagalan
sehingga mengakibatkan timbulnya perlawanan rakyat dan tumbangnya pemerintahan
yang populis dan kemudian digantikan oleh pemerintahan yang otoriter.
Sejak awal garis kebijaksanaan KEPPBBAL ini diterima dengan tidak antusias oleh
Pemerintah Amerika Latin. Keengganan ini merupakan salah satu sebab mengapa
KEPBBAL tidak mampu merealisasikan beberapa gagasan lainnya yang lebih radikal,
diantaranya termasuk program pembagian tanah. Sayangnya program KEPBBAL ini
tidak berhasil. Stagnasi ekonomi dan represi politik muncul dipermukaan pada
tahun 1960-an. Dalam hal ini ditunjuk dan dijelaskan berbagai kelemahan dan
kebijaksanaan industralisasi subsitusi impor (ISI) yang dijalankan oleh Amerika
Latin. Daya beli masyarakat terbatas pada kelas sosial tertentu, pada pasar
domestik ternyata tidak menunjukkan gejala ekspansi setelah kebutuhan barang
dalam negeri tersedia. Ketergantungan terhadap impor hanya sekedar beralih dari
barang-barang konsumsi ke barang-barang modal. Barang-barang ekspor
konvensional tidak terperhatikan dalam suasana hiruk pikuk industrialisasi.
Akibatnya adalah timbulnya masalah-masalah yang akut pada neraca pembayaran,
yang muncul hampir bersamaan waktunya, disatu negara diikuti segera oleh negar
yang lain. Optimisme pertumbuhan berganti depresi yang mendalam.
Neo-Marxisme
Teori dependensi juga memiliki
warisan pemikiran dari neo-marxisme. Keberhasilan Revolusi RRC dan Kuba telah
membantu tersebarnya perpaduan baru pemikiran-pemikiran Marxisme di
universitas-universitas di Amerika Latin, yang kemudian menyebabkan lahirnya
generasi baru, yang dengan lantang menyebut dirinya sendi dengan
“Neo-Marxists”. Menutur Foster-Carter, neo-marxisme berbeda dengan Marxis
ortodoks dalam beberapa hal sebagai berikut:
Marxis ortodoks melihat imperialisme
dari sudut pandang negara-negara utama (core countries), sebagai tahapan lebih
lanjut dari perkembangan kapitalisme di Eropa Barat, yakni kapitalisme
monopolistic, neo-marxisme melihat imperialisme dari sudut pandang negara
pinggiran, dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperilalisme pada
negara-negar dunia ketiga.
Marxis ortodoks cenderung
berpendapat tentang tetap perlu berlakunya pelaksanaan dua tahapan revolusi.
Revolusi borjuis harus terjadi lebih dahulu sebelum revolusi sosialis. Marxis
ortodoks percaya bahwa borjuis progresif akan terus melaksanakan revolusi
borjuis yang tengah sedang berlangsung dinegara Dunia Ketiga dan hal ini
merupakan kondisi awal yang diperlukan untuk terciptanya revolusi sosialis
dikemudian hari. Dalam hal ini neo Marxisme percaya, bahwa negara Dunia Ketiga
telah matang untuk melakukan revolusi sosialis.
Terakhir, jika revolusi soaialis
terjadi, Marxisme ortodoks lebih suka pada pilihan percaya, bahwa revolusi itu
dilakukan oleh kaum proletar industri di perkotaan. Dipihak lain, neo-Marxisme
lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba. Ia berharap banyak pada
kekuatan revolusioner dari para petani di pedesaan dan perang gerilya tentara
rakyat.
Frank : Pembangunan dan
Keterbelakangan
Menurut Frank, sebagian kategori teoritis dan implikasi kebijaksanaan pembangunan
yang ditemukan di dalam teori modernisasi merupakan hasil sulingan dan saringan
pengalaman kesejarahan negara-negara kapitalis maju di Eropa barat dan Amerika
Utara. Dengan demikian, menurut Frank, kategori teoritis yang dirumuskan akan
sangat berorientasi kepada “Barat” dan karenanya tidak akan mampu menjadi
petunjuk untuk memahami masalah-masalah yang sedang dihadapi negara Dunia
Ketiga.
Teori modernisasi memiliki kekurangan karena ia hanya memberikan penjelasan
internal sebagai penyebab pokok keterbelakangan Dunia Ketiga. Selain itu, teori
modernisasi juga beranggapan bahwa negara-negara Dunia Ketiga tersebut kini
sedang berada pada tahap awal pembangunan, oleh karena itu negara-negara
terbelakang perlu melihat negara barat sebagai insprirasi dan mengikuti arah
dan jalan pembangunan yang pernah ditempuh negara-negara barat. Menurut Frank,
negara Dunia Ketiga tidak akan dapat dan tidak perlu mengikuti arah pembangunan
negara-negara barat, karena mereka memiliki pengalaman kesejarahan yang berbeda.
Sebagai reaksi atas penjelasan faktor internal dari teori modernisasi, Frank
memberikan penjelasan faktor luar (external) untuk memahami persoalan
pembangunan Dunia Ketiga. Bagi Frank, bukan feodalisme atau tradisionalisme
yang menjadikan negara Dunia Ketiga terbelakang, sebaliknya karena kolonialisme
dan dominasi asing maka terjadilah pembalikan sejarah dari perkembangan negara
maju dan memaksanya untuk mengikuti arah perkembangan keterbelakangan ekonomi.
Model satelit-metropolis menjelaskan bagaimana mekanisme ketergantungan dan
keterbelakangan negara Dunia Ketiga mewujud. Model hubungan satelit-metropolis
berlaku pada tingkat hubungan internasional, regional dan lokal dalam suatu
negara Dunia Ketiga. Keseluruhan rangkaian hubungan satelit-metropolis dibangun
untuk melakukan pengambilan surplus ekonomi dari daerah yang lebih kecil ke
daerah yang lebih maju. Hal ini yang menyebabkan keterbelakangan di negara
Dunia Ketiga.
Berdasarkan model satelit-metropolis, Frank merumuskan hipotesa yang menarik
untuk menguji pembangunan di Dunia Ketiga. Pertama, berlawanan dengan
perkembangan yang terjadi pada metropolis dunia, yang tidak memiliki kota
satelit sama sekali, pembangunan yang terjadi di metropolis nasional dan
kota-kota yang lebih kecil di bawahnya akan dibatasi oleh status
kesatelitannya. Kedua, negara satelit akan mengalami pembangunan ekonomi yang
pesat apabila dan ketika mereka memiliki hubungan dan keterkaitan yang terendah
intensitasnya dengan metropolis barat. Ketiga ketika metropolis bangkit dari
krisis dan membangun kembali kekuatan ekonominya, proses industrialisasi yang
telah terjadi pada negara-negara satelit ini akan ditarik dan dieksploitir
kembali dalam hubungan global tersebut. Keempat, daerah yang paling terbelakang
dan feodal sekarang ini adalah daerah yang memiliki derajat hubungan dan
keterkaitan sangat dekat dengan metropolis di masa lampau.
Dos Santos : Struktur Ketergantungan
Dos Santos menyatakan bahwa hubungan antara negara dominan dna negara
tergantung merupakan hubungan yang tidak sederajat, karena pembangunan di
negara dominan terjadi atas biaya yang dibebankan pada negara tergantung.
Surplus ekonomi yang dihasilkan oleh negara tergantung mengalir dan berpindah
ke negara dominan yang menyebabkan tidak dapat berkembangnya pasar dalam
negeri, menghambat kemampuan teknik dan memperlemah keandalan budayanya.
Intinya adalah tindakan pengawasan ketat dan monopoli oleh negara maju.
Dos Santos merumuskan tiga bentuk utama ketergantungan yaitu ketergantungan
kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi
industri. Dalam konteks ini, Dos Santos melihat batasan struktural upaya
pembangunan industri di negara Dunia ketiga. Pertama, pembangunan industri akan
bergantung pada kemampuan ekspor karena hanya dengan jalan itu negara
tergantung akan memperoleh devisa yang dapat digunakan untuk membangun
ekonominya. Kedua, pembangunan industri negara Dunia Ketiga sangat dipengaruhi
oleh fluktuasi neraca pembayaran internasional yang cenderung untuk defisit.
Defisit terjadi karena monopoli ketat pasar internasional yang cenderung
mengakibatkan rendahnya harga pasar bahan produk mentah yang dihasilkan negara
Dunia Ketiga dibanding dengan produk industri, banyaknya keuntungan y ang diperoleh
negara maju dari negara industri dan kebutuhan akan pembiayaan asing. Ketiga,
pembangunan industri sangat kuat dipengaruhi oleh monopoli teknologi negara
maju.
Amin: Teori Peralihan Kapitalisme
Pinggiran
Teori peralihan kapitalisme pinggiran Amin mengandung berbagai pernyataan pokok
sebagai berikut. Pertama, peralihan kapitalisme pinggiran berbeda dengan
peralihan kapitalisme pusat. Kedua, kapitalisme pinggiran dicirikan oleh
tanda-tanda ekstraversi, yakni distorsi atas kegiatan usaha yang mengarah pada
upaya ekspor. Ketiga, bentuk distorsi lain adalah apa yang dikenal dengan
istilah hipertropi pada sektor tersier di negara pinggiran. Keempat, teori efek
penggandaan investasi (multiplier effects of investment) tidak dapat diterapkan
secara mekanis pada negara pinggiran. Kelima, tidak mencampuradukkan
ciri-ciristruktural negara terbelakang dengan negara maju pada waktu negara
maju tersebut berada dalam tahap permulaan perkembangannya dahulu. Keenam,
keseluruhan profil kontradiksi struktural yeng telah dibuat tedahulu
menyebabkan adanya ganjalan yang tak terhindarkan, yang mengahalngi pertumbuhan
negara pinggiran. Ketujuh, bentuk khusus keadaan keterbelakangan negara
kapitalis pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi sosial pada masa prakapitalisnya
dan proses serta periode kapan negara pinggiran tersebut terintegrasi dalam
sistem ekonomi kapitalis dunia.
Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik
Para penganut aliran dependensi cenderung memiliki asumsi sebagai berikut.
Pertama, keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum,
berlaku bagi seluruh negara dunia ketiga. Kedua, ketergantungan dilihat sebagai
kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab terpenting yang menghambat
pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal atau
kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar
jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Ketiga, permasalahan
ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat
mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Keempat,
situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
polarisasi regional ekonomi global. Kelima, keadaan ketergantungan dilihatnya
sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan.
Implikasi Kebijaksanaan Teori
Dependensi Klasik
Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali
pengertian “pembangunan”. Pembangunan tidak harus dan tidak tepat untuk diartikan
sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan keluaran (output), dan
peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi, pembangunan lebih tepat
diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk dinegara Dunia
Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar pelaksanaan program yang
melayani kepentingan elite dan penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan
program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan,
para pencari kerja, dan sebagian besar kelas sosial lain yang dalam posisi
memerlukan bantuan. Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan
sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas masyarakat tidaklah dapat
dikatakan sebagai program pembangunan sebenarnya.
Perbandingan Teori Dependensi dan Teori
Modernisasi
Kedua teori ini memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama dalam mempelajari
persoalan pembangunan Dunia Ketiga dan berupaya merumuskan kebijaksanaan
pembangunan. Kedua teori ini juga memiliki semangat pemahaman dan pengkajian
yang sama, pembahasannya abstrak serta mengembangkan struktur teori yang
dwi-kutub.
Kedua teori ini berbeda dalam
memberikan jalan keluar persoalan keterbalakangan negara Dunia Ketiga. Teori
modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara berkembang
dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi, pertukaran
budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi memberikan anjuran
yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi
keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan
tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan
pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.
C. Teori dependensi baru
Sebagaimana
dengan teori-teori lainnya, teori dependensi baru adalah kritikan atas teori
dependensi klasik. Teori dependensi baru adalah teori yang muncul akibat adanya
kritik terhadap teori dependensi. Beberapa tokoh yang termasuk dalam teori
dependensi baru diantaranya; Fernando Henrique Cardoso, Thomas B Gold, Hagen
Koo, dan Mohtar mas’oed.
Tanggapan Teori Dependensi : Rumusan Cardoso
Menurut cardoso, terdapat tiga
rumusan dalam teori “ketergantungan”. Yaitu pertama, metode historis
struktural. Kedua, adanya pengaruh faktor ekstern dan faktor intern yang
menjadi penyebab ketergantungan dan keterbelakangan. Dari sisi intern, fokus
pada masalah ekonomi, sosial dan politik. Persoalan pembangunan yang ada di
dunia tidak dapat dibatasi hanya pada industri substitusi impor, strategi
pertumbuhan, orientasi ekspor atau tidak, pasar domestik atau dunia. Namun
justru pada ada atau tidaknya gerakan kerakyatan dan kesadaran kepentingan
politik rakyat. Dalam faktor ekstern, dominansi ekstern akan mewujud sebagai
kekuatan intern. Ketiga, adanya kemungkinan bahwa pembangunan dan
ketergantungan mewujud secara bersama yang memunculkan ketergantungan yang
lebih dinamis.
Pada sisi
yang lain, menurut cardoso terdapat beberapa dampak negatif dari teori
dependensi, yaitu timpanganya distribusi pendapatan dan ketimpangan ekonomi
lainnya. Orientasi pembangunan ekonomi pada barang-barang yang tahan lama yang
tidak diperuntukkan rakyat banyak, akan menambah hutang luar negeri.
Disamping itu, teknologi yang diterapkan pada
dunia ketiga adalah teknologi yang padat modal, bukan padat karya. Hal ini akan
menyebabkan ketimpangan, karena tidak menjadikan tumbuhnya sektor barang-barang
modal
Thomas B Gold : Pembangunan dan ketergantungan Dinamis di taiwan
Pendapat gold tentang dependensi
baru menitikberatkan pada keajaiban pembangunan politik-ekonomi di Taiwan yang
dulunya tergolong sebagai negara pinggiran, telah mampu mencapai pertumbuhan
ekonomi dan kesentosaan politik yang lebih dari sekedar memadai. Dengan bantuan
dari Amerika Serikat, KMT di Taiwan mengubah dirinya menjadi NBO (Negara
Birokratik Otoriter). Industrialisasi merupakan program reformasi yang
dilakukan untuk meningkatkan ekonomi. Gold menyimpulkan, bahwa jika negara
dunia ketiga mampu secara selektif, hati-hati dan terencana membangun hubungan
dengan tata ekonomi kapitalis dunia, maka tidak selalu menghasilkan
keterbelakangan dan ketergantungan.
Hagen Koo: Interaksi antara Sistem Dunia, Negara dan Kelas di Korea
Koo mencoba melihat pembangunan di
Korea selatan dalam kontek yang terus menerus antar negara, kelas sosial dan
sistem dunia serta pengaruh dari tiga unsur tersebut secara komulatif dan
bersamaan.
Mohtar Mas’oed: Negara Birokarasi Otoriter di indonesia
Negara Birokrasi Otokratik mempunyai
beberapa cirti dan karakter diantaranya; Posisi puncak pemerintahan biasanya
dipegang oleh organisasi militer, pemerintah atau pengusaha; Terdapat
pembatasan partisipasi politik yang ketat (political exclusion); Terdapat
pembatasan yang ketat dalam partisipasi ekonomi (economic exclusion); Terdapat
depolitisasi dan demobilisasi masa. Secara ringkas, NBO dicirikan oleh adanya
peran dominan para birokrat, khususnya militer yang melahirkan kebijaksanaan
pembatasan partisipasi politik dan ekonomi serta muncul kebijaksanaan
depolitisasi dan demobilisasi.
Di Indonesia NBO lahir dikarenakan
karena beberapa sebab, pertama adanya warisan krisis ekonomi dan politik yang
terjadi pada tahun 1960-an. Pengaruh Soekarno masih dianggap mempunyai pengaruh
yang kuat dan masih mempunyai pendukung yang tidak sedikit. Kedua adanya
koalisi intern orde baru yang memaksa untuk segera melakukan restrukturisasi
ekonomi secara radikal. Ketiga adanya orientasi ke luar yang dirumuskan oleh
orde baru.
1.
Saat itu
pendalaman industrialisasi, kebijaksanaan integrasi vertikal belum terjadi ,
Indonesia cenderumg masih dalam tahap awal pemulihan dari kehancuran, sehingga
Mas’oed menyimpulkan untuk kasus indonesia lahirnya NBO lebih disebabkan karena
faktor krisis politik. NBO di Indonesia mempunyai beberapa karakteristik
yaitu;Pemerintah orde baru berada di bawah kendali militer secara organisatoris
yang bekerjasama dengan teknokrat sipil
2.
Modal
domestik swasta besar yang memiliki hubungan khusus dengan negara, dan modal
internasional memiliki peran ekonomis yang sangat menentukan
3.
Hampir
seluruh bentuk kebijaksanaan dari perencanaan sampai evaluasi sepenuhnya berada
ditangan birokrat dan teknokrat
4.
Adanya
kebijakan demobilisasi masa dalam bentuk kebijakan masa mengambang
5.
Dalam
menghadapi penentangnya, orde baru tidak segan-segan melakukan tindakan tegas
6.
Besarnya
otonomi dan peran kantor kepresidenan yang diwujudkan dengan sangat luanya
wewenang kantor sekretariat negara, ini merupakan ciri khusus untuk indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modernisasi merupakan suatu proses
perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang
telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19.
Klasik
adalah suatu keadaan dimana sistem keadaan ekonomi, sosial, dan budaya masih
sederhana dan belum mempunyai sifat atau ciri yang bernuasa teknologi.
Jadi
moderenisasi klasik adalah suatu proses perubahan pola pikir pada sistem
sosial, ekonomi, budaya dan poliktik menuju kearah yang lebih berkembang namun
dalam konteks tidak meninggalkan hal-hal yang sudah ada serta memilah terlebih
dahulu untuk diasumsi.
Teori modernisasi, klasik maupun temporer, melihat pemasalahan pembangunan
lebih banyak dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
Sedangkan teori depedensi memiliki posisi yang sebaliknya. Teori ini lebih
menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia
Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori depedensi mewakili “suara
negara-negera pinggiran” untuk menentang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan
intelektul dari negara maju.
DAFTAR
PUSTAKA
Sosprol, “teori dependensi klasik” 01/2012, tersedia
online https://qudsrepublic.blogspot.co.id/2012/01/teori-modernisasi-klasik.html
Hasan bhasry, “teori dependensi baru” 04/2013.
Tersedia online http://hasanpedulipendidikan.blogspot.co.id/2013/04/teori-dependensi-baru-by-hasan-asyhari.html
This post have 0 komentar