BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang
dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi
terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak sekedar hanya memetakan pengetahuan
atau informasi yang disampaikan, nam,un bagaimana cara yang efektif unuk
melibatkan siswa secara aktif membuat atau merevisi hasil, belajar yang diterima menjadi suatu pengalaman yang
bermanfaat bagi siswa. Pembelajaran merupakan suatu system yang membantu siswa
belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat
asas tentang kejadian-kejadian yang did al,amnya memuat ide, konsep, prosedur
dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis, dan diuji kebenarannya. Teori
belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembela,aran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori
Teori merupakan serangkaian
bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang
menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan
hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar
merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut
Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang
didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan
perubahan perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra
(2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh
secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui
rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Dengan demikian belajar dapat sdisimpulkan rangkaian
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan
mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau
kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh sebab itu apabila
setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif
dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak
bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Adapun
yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S.
Winataputra (2008) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan
terjadinya proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.
Jadi pembelajaran merupakan proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
1.
TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF
Menurut Bruner
(dalam Degeng,1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif
dan deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah
menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan
utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh
perhatian pada hubungan di antara variable-variabel yang menentukan hasil
belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana
seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi suatu proses belajar.
Teori
pembelajaran yang deskriptif menempatkan kondisi dan metode pembelajaran
sebagai given, dan memberikan hasil pembelajaran sebagai variable yang diamati.
Atau, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil
pembelajaran sebagai variable tergantung. Sedangkan teori pembelajran yang
preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan
metode yang optimal ditempatkan sebagai variable yang diamati, atau metode
pembelajaran sebagi variable tergantung.
Teori
preskriptif adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori
deskriptif adalah goal free (untuk memberikan hasil).Variabel yang diamati
dalam pengembangan teori-teori pembeajaran yang preskriptif adalah metode yang
optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori
pembelajaran deskriptif variable yang diamati adalah hasil sebagai efek dari
interaksi antara metode dan kondisi.
Hasil
pembelajaran yang diamati dalam pengembangan teori preskriptif adalah hasil
pembelajaran yang diinginkan (desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih
dulu, sedangkan dalam pengembangan teori deskriptif, yang diamati adalah hasil
pembelajaran yang nyata (actual outcomes), hasil pembelajaran yang mungkin
muncul, dan bisa jadi bukan merupakan hasil pembelajaran yang diinginkan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa teori pembelajaran preskriptif berisi
seperangkat preskripsi guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan
di bawah kondisi tettentu, sedangkan teori pembelajarn deskriptif berisi
deskripsi mengenai hasil pembelajaran yang muncul sebagai akibat dari
digunakannya metode tertentu di bawah kondisi tertentu.
2.
TEORI BEHAVIORISTIK
Menurut teori
behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata
lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori
ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan
output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi
diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan
respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang
dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang
penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain
yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon
akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan
dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respon.
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik diantaranya:
1.
Thorndike
Menurut
thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud
konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat
diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson,
belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan
dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal
tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa
perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua
itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena
tidak dapat diamati.
5.
Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar
secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Behaviorisme
merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
Beberapa hukum
belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism
( S-R Bond) menurut
Thorndike.
Dari eksperimen
yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1. Law of Effect; artinya
bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan
Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek
yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara
Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness;
artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal
dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise;
artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
1. Law of Respondent
Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer),
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction
yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen
yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
3. Law of operant conditining
yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
4. Law of operant extinction
yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin
Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar
sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya
masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik
ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan,
Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue
Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa
tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena
aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini
hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak
dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini,
seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah,
bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan)
disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini
memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi
dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan
disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti
dari teori belajar behavioristik,
adalah
a) Belajar adalah perubahan tingkah laku.
b) Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
c) Pentingnya masukan atau input yang
berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon
d) sesuatu yang terjadi diantara stimulus
dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
e) Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus
dan respon.
f) Penguatan adalah faktor penting
dalam belajar.
g) Bila penguatan ditambah maka respon akan
semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori
ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari
bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan
evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
3
TEORI KOGNITIF
Berbeda dengan
teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada
hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya.Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian
dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.
Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks.
Prinsip umum teori
Belajar Kognitif,
a. Lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil antara lain:
b. DIsebut model perseptual
c. Tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya
d. Belajar merupakan perubahan
persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku
yang nampak
e. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang
kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f. Belajar merupakan suatu
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi,
dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g. Belajar merupakan
aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
h. Dalam praktek
pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J. Piaget),
Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki belajar
(Gagne), Webteaching (Norman)
i. Dalam kegiatan
pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j. Materi pelajaran
disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks
k. Perbedaan individu siswa perlu
diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.
Beberapa
pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:
1. Teori
perkembangan Piaget
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang
tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan
suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme
biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang,
maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula
kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang
dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau
kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan
akomodasi).
Piaget membagi
tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a. Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan
dilakukan selangkah demi selangkah.
b. Tahap
preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah
penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep
intuitif.
c. Tahap operasional
konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible
dan kekekalan.
d. Tahap operasional
formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah
mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir
“kemungkinan”.
Adapun beberapa prinsip
teori perkembangan Piaget,
adalah sebagai berikut:
1) Perkembangan kognitif
merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas
mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf
2)
Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan
akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak yangb berbeda usia akan
berbeda secara kualitatif
3) Proses adaptasi
mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan asimilasi
4) Asimilasi adalah proses
perubahan apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif. (apabila individu
menerima infomasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan di.modifikasi
sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyai)
5) Akomodasi adalah proses
perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami (apabila struktur kognitif
yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang diterima).
6) Proses belajar akan
terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibr..asi
(penyeimbangan)
7) Asimilasi (proses
penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi)
8) Seorang anak sudah
mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka terjadi prses
intrgtasi antara pengurangan (telah dikuasai)dan pembagian (info baru)
inilah asimilasi.
9) Jika anak diberi soal
pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak sudah dapat
mengaplikasikan atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru
10)Proses penyesuaian antara ling luar
dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut ekuilibrasi
11)Proses be.lajar akan
mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
12)Tahap sensorimotor (0-2 thn),
preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn), operasional formal
(12-18 thn)
13)Hanya dengan mengaktifkan
pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi dan akomodasi pengatahuan
dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
Implikasi teori
perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus m.embantu anak
agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar
sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
4. TEORI KONSTRUKTIVISTIK
Teori ini mengatakan bahwa belajar
tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah
laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih
kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Pembentukan
pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi.
Adapun tujuan
dari teori ini dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi
untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa
untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan
pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat
pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan
bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan
tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar
berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan
perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori ini lebih
menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai
konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun
pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam
proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Unsur-unsur
penting dalam teori konstruktivistik:
1. Memperhatikan dan
memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman belajar
yang autentik dan bermakna
3. Adanya lingkungan
social yang kondusif
4. Adanya dorongan
agar siswa mandiri
5. Adanya usaha untuk
mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Secara garis
besar, prinsip-prinsip teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
2) Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar.
3) Murid aktif
mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah.
4) Guru sekedar
membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5) Menghadapi
masalah yang relevan dengan siswa.
6) Struktur
pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7) Mencari dan
menilai pendapat siswa.
8) Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses belajar
konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
1. Proses
belajar konstruktivistik
Esensi dari
teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi
itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan
belajar mengajar.
2. Peranan
siswa
Dalam
pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan
pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi
serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3. Peranan guru
Guru atau
pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan
lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa
tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap
siswa dalam belajar.
4. Sarana
belajar
Sarana belajar
dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh agar mendapatkan
pengetahuan yang maksimal.
5. Evaluasi
hasil belajar
Evaluasi
merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses baik
individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
Aplikasi Teori
Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
a. Membebaskan siswa
dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan,
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara
lebih bebas.
b. Menempatkan siswa
sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau
gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
c. Guru bersama-sama
siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi
bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai
interpretasi.
d. Guru mengakui
bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Aplikasi Teori
Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
e. Membebaskan siswa
dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan,
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara
lebih bebas.
f. Menempatkan
siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide
atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
g. Guru bersama-sama siswa
mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi
bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai
interpretasi.
h. Guru mengakui
bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
5. TEORI HUMANISTIK
Menurut teori
humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya
lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian,
dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik
sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri
serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk
manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang
paling ideal.
Faktor motivasi
dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori
humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman
diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Teori
humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan
berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai
tujuan yang diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Banyak tokoh
penganut aliran humanistik, diantaranya:
1. Kolb
Pandangan Kolb
tentang belajar dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
a. Tahap
pandangan konkret
Pada tahap ini
seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian
sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa
tersebut,
b. Tahap
pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini
seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c. Tahap
konseptualisasi
Pada tahap ini
seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori,
konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya
dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d. Tahap
eksperimentasi aktif
Pada tahap ini
seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau
aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
2. Honey dan
Mumford
Honey dan
Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan,
yaitu:
a. Kelompok
aktivis
Yaitu mereka
yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan
dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
b. Kelompok
reflector
Yaitu mereka
yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam
melakukan suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
c. Kelompok
teoris
Yaitu mereka
yang memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu
berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d. Kelompok
pragmatis
Yaitu mereka
yang memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan
teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
3. Habermas
Menurut
Habernas, belajar baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a. Belajar
teknis (technical learning)
Yaitu belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b. Belajar
praktis (practical learning)
Yaitu belajar
bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu
dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c. Belajar
emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu belajar
yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran
tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan
sosialnya.
Teori
humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada
dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun
teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang
lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori
kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun
sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi
tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk
memahami hakikat kejiwaan manusia.
Dalam
praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar.
6. TEORI
SIBERNETIK
Teori belajar
sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan
teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah
pengolahan informasi. Proses belajar memang penting dalam teori ini, namun yang
lebih penting adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Asumsi lain adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk
segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat
ditentukan oleh sistem informasi.
Implementasi
teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa
tokoh dengan beberapa teori, diantaranya:
1. Teori
pemrosesan informasi
Pada teori ini,
komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga komponen itu
adalah:
a. Sensory
Receptor (SR)
SR merupakan
sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
b. Working
Memory (WM)
WM diasumsikan
mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM
adalah :
1) Memiliki
kapasitas yang terbatas, kurang dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya mampu
bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa adanya upaya pengulangan
(rehearsal).
2) Informasi
dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya baik dalam bentuk
verbal, visua, ataupun semantic, yang dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan
seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
c. Long Term
Memory (LTM)
LTM diasumsikan
:
1) Berisi semua
pengetahuan yang telah dimilki oleh individu
2) Mempunyai
kapasitas tidak terbatas
3) Sekali
informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan
kembali informasi yang diperlukan.
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal
dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam
diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif
yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi
delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan;
(5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
2. Teori
belajar menurut Landa
Dalam teori ini
Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu:
a. Proses
berpikir algoritmik
Yaitu proses
berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, menuju ke
satu target tujuan tertentu.
b. Proses
berpikir heuristik
Yaitu cara
berpikir devergen yang menuju ke beberapa target tujuan sekaligus.
Menurut Landa
proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui cirri-cirinya. Materi
pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur,
sedangkan materi pelajaran lainnya akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk
“terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.
3. Teori
belajar menurut Pask dan Scott
Menurut Pask
dan Scott ada dua macam cara berpikir, yaitu:
a. Cara
berpikir serialis
Cara berpikir
ini hampir sama dengan cara berpikir algoritmik. Yaitu berpikir menggunakan
cara setahap demi setahap atau linier.
b. Cara
berpikir menyeluruh atau wholist
Cara berpikir
yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem
informasi atau mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal yang
lebih khusus.
Teori belajar
pengolahan informasi termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar
adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan
perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja
manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi
muatan memori kerja tersebut dapat diatur sesuai dengan:
a. Kapabilitas
belajar
b. Peristiwa
pembelajaran
c.
Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap
sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses
belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi
yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi,
pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia
merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan
informasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada banyak teori yang digunakan
dalam belajar pembelajar diantaranya adalah Preskriptif
karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran
yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah
menjelaskan proses belajar. Menurut teori behavioristik, belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan)
dan respon (tanggapan).Teori kongnitif mengatakan
bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.Teori konrukvisik mengatakan
bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya pengalamannya
sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif. Menurut teori humanistik, proses belajar
harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri.
Teori belajar sibernetik merupakan
teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah
dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina, Tri.
(2004). Psikologi Belajar. Semarang:
Unnes Press
Abin Syamsuddin
Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
H, Djali. 2007. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
M, Dalyono.
1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
This post have 0 komentar