-->

Wednesday 29 June 2016

author photo


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak sekedar hanya memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan, nam,un bagaimana cara yang efektif unuk melibatkan siswa secara aktif membuat atau merevisi hasil, belajar yang  diterima menjadi suatu pengalaman yang bermanfaat bagi siswa. Pembelajaran merupakan suatu system yang membantu siswa belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat asas tentang kejadian-kejadian yang did al,amnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis, dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembela,aran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
 

 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Teori
Teori merupakan serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Dengan demikian belajar dapat sdisimpulkan rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Adapun yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.
Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
1.           TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF
Menurut Bruner (dalam Degeng,1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi suatu proses belajar.
Teori pembelajaran yang deskriptif menempatkan kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memberikan hasil pembelajaran sebagai variable yang diamati. Atau, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai variable tergantung. Sedangkan teori pembelajran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan sebagai variable yang diamati, atau metode pembelajaran sebagi variable tergantung.
Teori preskriptif adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free (untuk memberikan hasil).Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembeajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variable yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.
Hasil pembelajaran yang diamati dalam pengembangan teori preskriptif adalah hasil pembelajaran yang diinginkan (desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih dulu, sedangkan dalam pengembangan teori deskriptif, yang diamati adalah hasil pembelajaran yang nyata (actual outcomes), hasil pembelajaran yang mungkin muncul, dan bisa jadi bukan merupakan hasil pembelajaran yang diinginkan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa teori pembelajaran preskriptif berisi seperangkat preskripsi guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di bawah kondisi tettentu, sedangkan teori pembelajarn deskriptif berisi deskripsi mengenai hasil pembelajaran yang muncul sebagai akibat dari digunakannya metode tertentu di bawah kondisi tertentu.
2.          TEORI BEHAVIORISTIK
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:
1. Thorndike 
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
5. Skinner 
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.     Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2.     Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3.     Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.     Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.     Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
3.     Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
4.     Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah  
a)   Belajar adalah perubahan tingkah laku.
b)   Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.
c)   Pentingnya masukan atau input  yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon
d)   sesuatu yang terjadi  diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting  sebab tidak bisa diukur dan diamati.
e)   Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
f)     Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.
g)   Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
3        TEORI KOGNITIF
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Prinsip umum teori Belajar Kognitif,
 a.  Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil antara lain:
b.  DIsebut model perseptual
c.  Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya
d.  Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak
e.  Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran  menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f.   Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g.  Belajar merupakan  aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
h.  Dalam praktek pembelajaran  teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne), Webteaching (Norman)
i.    Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j.    Materi pelajaran disusun dengan  pola dari sederhana  ke kompleks
k.  Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.
Beberapa pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:
1. Teori perkembangan Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a.    Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah. 
b.    Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c.    Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d.    Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah sebagai berikut:
1)   Perkembangan kognitif merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf
2)   Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak  yangb berbeda usia akan berbeda secara kualitatif
3)   Proses adaptasi mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan asimilasi
4)   Asimilasi adalah proses perubahan apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif. (apabila individu menerima infomasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan di.modifikasi sehingga cocok dengan  struktur kognitif yang dipunyai)
5)   Akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami (apabila struktur kognitif yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang diterima).
6)   Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibr..asi (penyeimbangan)
7)   Asimilasi (proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan  antara asimilasi dan akomodasi)
8)   Seorang anak sudah mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara pengurangan  (telah dikuasai)dan pembagian (info baru) inilah asimilasi.
9)   Jika anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak sudah dapat mengaplikasikan  atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru
10)Proses penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut ekuilibrasi
11)Proses be.lajar akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya
12)Tahap sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn), operasional formal (12-18 thn)
13)Hanya dengan mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi dan akomodasi pengatahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.    Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus m.embantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4.    Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.    Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
4.  TEORI KONSTRUKTIVISTIK
        Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek untuk aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1.    Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.    Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3.    Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
4.    Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5.    Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Teori ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya.
Unsur-unsur penting dalam teori konstruktivistik:
1.    Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2.    Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
3.    Adanya lingkungan social yang kondusif
4.    Adanya dorongan agar siswa mandiri
5.    Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Secara garis besar, prinsip-prinsip teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
1)     Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2)     Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3)     Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4)     Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5)     Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6)     Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7)     Mencari dan menilai pendapat siswa.
8)     Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses belajar konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
1. Proses belajar konstruktivistik
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3. Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4. Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5. Evaluasi hasil belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
a.    Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
b.    Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide  atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
c.    Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan  tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
d.    Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya  merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :
e.    Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
f.     Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide  atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
g.   Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan  tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
h.    Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya  merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
5.  TEORI HUMANISTIK
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.
Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
Teori humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai tujuan yang diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya:
1. Kolb
Pandangan Kolb tentang belajar dikenal dengan “Belajar Empat Tahap” yaitu:
a. Tahap pandangan konkret
Pada tahap ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut,
b. Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c. Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d. Tahap eksperimentasi aktif
Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya menggunakan deduktif.
2. Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu:
a. Kelompok aktivis
Yaitu mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
b. Kelompok reflector
Yaitu mereka yang mempunyai kecenderungan berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
c. Kelompok teoris
Yaitu mereka yang memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
d. Kelompok pragmatis
Yaitu mereka yang memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan sebagainya.
3. Habermas
Menurut Habernas, belajar baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a. Belajar teknis (technical learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b. Belajar praktis (practical learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c. Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu belajar yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan sosialnya.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.
Dalam praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
6. TEORI SIBERNETIK
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar memang penting dalam teori ini, namun yang lebih penting adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh dengan beberapa teori, diantaranya:
1. Teori pemrosesan informasi
Pada teori ini, komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Ketiga komponen itu adalah:
a. Sensory Receptor (SR)
SR merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
b. Working Memory (WM)
WM diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah :
1) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang dari 7 slot. Informasi yang didapat hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa adanya upaya pengulangan (rehearsal).
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun semantic, yang dipengaruhi oleh peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
LTM diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah dimilki oleh individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
2. Teori belajar menurut Landa
Dalam teori ini Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu:
a. Proses berpikir algoritmik
Yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, menuju ke satu target tujuan tertentu.
b. Proses berpikir heuristik
Yaitu cara berpikir devergen yang menuju ke beberapa target tujuan sekaligus.
Menurut Landa proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui cirri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, sedangkan materi pelajaran lainnya akanlebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berpikir.
3. Teori belajar menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott ada dua macam cara berpikir, yaitu:
a. Cara berpikir serialis
Cara berpikir ini hampir sama dengan cara berpikir algoritmik. Yaitu berpikir menggunakan cara setahap demi setahap atau linier.
b. Cara berpikir menyeluruh atau wholist
Cara berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi atau mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju ke hal yang lebih khusus.
Teori belajar pengolahan informasi termasuk teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan memori kerja tersebut dapat diatur sesuai dengan:
a. Kapabilitas belajar
b. Peristiwa pembelajaran
c. Pengorganisasian atau urutan pembelajaran
Tahap sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.



 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ada banyak teori yang digunakan dalam belajar pembelajar diantaranya adalah Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan).Teori kongnitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.Teori konrukvisik mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri.  Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi.



DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina, Tri. (2004). Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
H, Djali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
M, Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
your advertise here

This post have 0 komentar

Next article Next Post
Previous article Previous Post