-->

Wednesday, 29 June 2016

author photo


BAB I
PENDAHULUAN


a. Latar belakang

Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang berbasis masyarakat. yang dimana hadirnya pendidikan luar sekolah di tengah-tengah masyarakat berdasarkan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan menambah keterampilan yang yang tidak didapat didunia pendidikan normal atau dunia persekolahan
Namun ada kala masyarakat kita masih banyak yang belum bisa baca tulis , atau mengenal alat dan kebutuhan belajar saja belum tau , maka salah satu program pendidikan luar sekolah (PLS) adalah memberantas keaksaraa fungsional di masyarakat , guna menumbuhkan rasa minat belajar dan menjadikan masyarakat yang tidak pernah merasa ketertinggalan dalam dunia pendidikan.
Keaksaraan merupakan keadaan mengenai aksara yang meliputi membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi secara fungsional yang memungkinkan seseorang untuk secara terus-menerus mengembangkan kompetensinya sehingga dapat meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya. Sementara itu, yang dimaksud dengan pendidikan keaksaraan adalah usaha untuk membimbing dan dan membelajarkan pengetahuan mengenai keaksaraan agar bermanfaat bagi dirinya
Namun permasalahan yang terjadi di indonesia adalah sangat tingginya tingkat buta aksara sehingga pemerintah kesulitan memberantas semua , karena jauh masuk ke pelososk desa terpencil


B. Sub pembahasan
1.pengertian keaksaraan fungsional
2.Penyelenggara keaksaraan fungsional
3.Kelebihan dan kekurangan penyelenggaraan keaksaraan fungsional








BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian keaksaraan fungsional
Keaksaraan fungsional merupakan suatu pendekatan atau cara untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan menggunakan keterampilan menulis, membaca, berhitung, mengamati, dan menganalisa yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitarnya (Buku Pedoman tutor KF, 1998:2).
Untuk memahami pengertian keaksaraan fungsional secara integral dan komprehensif, perlu memahami beberapa istilah yang terkait dengan program keaksaraan fungsional yaitu:
1. buta aksara murni, adalah penduduk yang sama sekali tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung dengan sistem keaksaraan apapun juga;
2. buta aksara, untuk konteks Indonesia yaitu buta aksara diasumsikan sebagai buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar;
3. Melek aksara, ditafsirkan sebagai melek aksara latih dan angka arab, melek bahasa Indonesi, dan pengetahuan dasar;

Kegiatan pembelajaran untuk warga belajar dilakukan juga seperti kegiatan pembelajaran sekolah formal. Artinya, kegiatan pembelajarannya mengacu pada standar kompetensi keaksaraan. Standar kompetensi keaksaraan fungsional dikembangkan berdasarkan level atau tingkat kompetensi keaksaraan yang ingin dicapai oleh warga belajar. Tingkat keaksaraan tersebut adalah:
A. Tingkat keaksaraan dasar
Ciri-ciri warga belajar pada tingkat keaksaraan dasar adalah mereka yang belum mengenal semua huruf, belum bisa merangkai kata dengan lancar, dan belum mengerti arti sebuah kalimat dengan jelas. Meskipun mereka belum bisa menulis, membaca, atau berhitung, tetapi mereka sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
B. Tingkat keaksaraan lanjutan
Pada tingkat ini, mereka biasanya sudah dapat membaca dan menulis sederhana, tetapi masih belum lancar. Walaupun mereka sudah memiliki pengetahuan, mereka belum memiliki semua kemampuan fungsional yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut karena mereka biasanya jarang menggunakan keterampilan membaca, menulis, dan berhitung dalam kehidupan sehari-harinya.
C. Tingkat keaksaraan mandiri
Pada tingkat ini, warga belajar diharapkan sudah mempunyai sikap untuk terus belajar secara mandiri. Mereka juga diharapkan dapat memecahkan masalah keaksaraan yang dihadapi dan mencari informasi serta narasumber sendiri. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, warga belajar perlu diberikan kesempatan untuk menganalisis, memecahkan masalah, dan mencari informasi dan narasumber dari lembaga desa atau instansi pemerintah yang ada.
2. Penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional
          Pendidikan Nonformal (Dit. PTK-PNF), Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen. PMPTK) adalah meningkatkan mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal.
Dalam upaya peningkatan mutu relev ansi dan daya saing yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kualifikasi dan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal antara lain dengan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat). Kegiatan dilakukan mulai dari tingkat Pusat, Provinsi sampai dengan Kabupaten/Kota.
          maka diharapkan bagi penyelenggara diklat supaya memiliki standar materi untuk diklat yang akan diselenggarakan di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota sehingga Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal (Dit. PTK-PNF) sebagai faslitasi penyelenggara diklat di daerah mampu mengendalikan mutu diklat PTK-PNF.
Pelaksanan diklat bagi Pendidikan Keaksaraan (KF) dewasa ini bukan hanya menyangkut kesenjangan kecakapan membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi , tetapi juga menyangkut kecakapan-kecakapan tertentu dan penguasaan keterampilan praktis yang sesuai dan selaras dengan kehidupan masyarakat serta tuntutan-tuntutan baru yang menyertainya. Pendidikan keaksaraan diharapkan mampu menjadi wahana penggalian dan pengembangan segala potensi masyarakat serta daya dukung yang tersedia menuju pemberdayaan dirinya yang melahirkan partisipasi aktif pada segala bidang kehidupan, sebagai suatu upaya yang efektif dalam menjawab tuntutan tersebut.
Agar program keaksaraan fungsional tersebut dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang diharapkan, salah satu faktor yang menentukan dalam pencapaian tujuan tersebut adalah keberadaan dan kompetensi Tutor Pendidikan Keaksaraan Fungsional sebagai salah satu Pendidik Pendidikan Nonformal yang bertugas menyusun dan mengelola proses pembelajaran di kelompok belajar pendidikan keaksaraan tersebut.
Tutor dituntut memiliki kompetensi dalam memfasilitasi pembelajaran pendidikan keaksaraan berdasarkan tingkat kecakapan keaksaraan yang dimiliki oleh warga belajar yang efektif dan kontekstual dengan lingkungan setempat dan kebutuhan belajar warga belajar, baik melalui proses adaptasi, adopsi, maupun inovasi.
Hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan baik pada jalur Pendidikan Formal, Pendidikan Nonformal maupun Pendidikan Informal. Dengan semakin meningkatnya arus modernisasi dan teknologi, maka kualitas SDM-nya juga harus ditingkatkan agar berdampak positif terhadap peningkatan program pembelajaran, yang pada gilirannya akan berdampak pula terhadap peningkatan kualitas keluaran pendidikan.
Sebagai implikasi untuk mewujudkan pemanfaatan hasil keluaran diklat perlu adanya suatu pedoman penyelenggara diklat yang intinya untuk memastikan kualitas keluaran hasil peserta diklat.

Dasar-dasar penyelenggaraan keaksaraan fungsional
1. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
4. Peraturan Menteri Nomor 8 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Ditjen PMPTK
5. Inpres No. 5 Tahun 2006, tanggal 9 Juni 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Wajar Dikdas 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara
6. Pedoman pelaksanaan gerakan nasional percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara, sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tanggal 18 September 2006


3. Kelebihan dan kelemahan penyelenggaraan keaksaraan fungsional

a.     kelebihan
a. Membantu, membimbing, melatih serta memotivasi warga belajar agar dapat membaca menulis dan berhitung.
b. Membantu warga belajar menganalisa masalah dan potensi di desa
c. membuat warga masyarakat menjadi lebih trampil dan mempunyai                              skill

b.     kekurangan
a.     kurangnya tingkat keefektifan belajar
b.     kuarang begitu efektif bagi warga yang sangat terpencil
c.      tingkan kemampuan warga belajar kurang , karena masa produktif sudah lewat













BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Orientasi Program Keaksaraan fungsional adalah membantu peserta didik agar memiliki kemampuan baca-tulis-hitung  dan mengembangkan kemampuan fungsional yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Orientasi keaksaraan diadakan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen. PMPTK) untuk menjadikan rakyat indonesia yang lebih baik dan mampu bersaing baik sesama bangsa bila perlu dengan negara lain ,
Orientasi program keaksaraan fungsional diadakan ditempat-tempat terpelosok yang tidak bisa di jangkau oleh sekolah formal , untuk memberikan pencerahan tentang baca , tulis ,berhitung serta mengatasi keaksaraan tentang aturan dan lain sebagainya

B. Saran
Masih banyak pelosok-pelosok desa yang belum pernah disentuh oleh program ini , oleh karena itu permerintah seharusnya lebih gencar/lebih giat dalam melaksanakan program ini , karen program ini sangat berarti bagi masyarakat yang belum pernah menikmati persekolahan , sarana prasarana perlu diperbanyak untuk menembah hasil yang lebih memuaskan , serta pendidik/tutor harus yang lebih berpengalaman di dalam bidangnya karena ini langsung terjun ke masyarakat dewasa dan orang tua pada umumnya.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Blog pendidikan,”pengertian pendidikan keaksaraan fungsional”01/2015”http://visiuniversal.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-program-keaksaraan-fungsional.html”.
2. Putrey.ika, “makalah keaksaraan fungsional”06/2012”http://ikaput.blogspot.com/2012/06/makalah-konsep-dasar-pls-keaksaraan.html’.
3. Ativa.titik,”keaksaraan fungsional”11/2011”http://92putrimedan-sitiativa.blogspot.com/2011/11/keaksaraan-fungsional.html”.
 
your advertise here

This post have 0 komentar

Next article Next Post
Previous article Previous Post